JOURNAL
PAPER
ABORSI DI KALANGAN PELAJAR
Disusun oleh:
1. Alifa
Suprihatin (152100400)
2. Meli
Suwarsih (152100410)
3. Nurul
Aini (152100413)
STIKES
YOGYAKARTA
TAHUN
AKADEMIK 2016/2017
ABORSI
DI KALANGAN PELAJAR
Alifa
Suprihatin1, Meli Suwarsih2, Nurul Aini3
Prodi
D3 Kebidanan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yogyakarta
ABSTRAK
Aborsi adalah masalah klasik dalam
dunia kesehatan yang selalu menimbulkan perdebatan sepanjang zaman.Dari segi
istilah aborsi berarti pengakhiran kehamilan sebelum janin itu dapat tumbuh
diluar tubuh ibunya.Aborsi dibedakan menjadi dua yaitu aborsi spontan dan
aborsi buatan.Aborsi buatan dibagi lagi berdasarkan alasannya, yaitu aborsi
kriminalis dan aborsi medisinalis.Selama ini aborsi pada kasus korban
pemerkosaan dianggap sebagai tindak kejahatan.Namun dengan berlakunya UU No. 36
Thn. 2009 tentang Kesehatan, aborsi bagi korban pemerkosaan telah
dilegalisasi.Kembali masalah ini menjadi kontroversi dan menimbulkan pro dan
kontra pendapat dalam menyikapinya. Tulisan ini akan membahas tentang aborsi
dalam berbagai perspektif yaitu etika profesi kedokteran, hukum Islam dan
peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dan aborsi bagi korban pemerkosaan
memang bagai sembilu bermata dua. Tenaga kesehatan yang dihadapkan pada situasi
tersebut akan mengalami dilema. Melakukan aborsi akan dihukum, tidak melakukan
aborsi maka jiwa sang ibu hamil yang jadi taruhannya. Dengan memperhatikan
bahwa pemerkosaan dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban, maka aborsi
dilegalkan dengan memperhatikan pasal 75 ayat (2) huruf b UU No. 36 Tahun 2009
dan harus dilakukan oleh dokter professional sesuai dengan standar profesi
serta memperhatikan ketentuan norma-norma dalam agama. Dalam tulisan ini akan
dibahas tentang aborsi dalam perspektif etika profesi kedokteran, hukum Islam
dan peraturan perundang-undangan dalam hukum positif Indonesia.
Kata
kunci: aborsi, pemerkosaan.
ABSTRACT
Abortion is
a classic problem in the world of health that has always caused debate
throughout the ages. In terms of the term abortion means the termination of
pregnancy before the fetus can grow outside the mother’s body. Abortion can be
divided into two, namely spontaneous abortion and artificial abortion.
Artificial abortion subdivided based on reason, namely abortion and abortion
medisinalis criminalist. During this abortion in cases of rape victims are
considered as a crime. But with the enactment of Law no. 36 years old. 2009 on
health, abortion has been legalized for rape victims. Back problems are a
matter of controversy, and raises the pros and cons of opinion in react. This
paper will discuss about abortion in a variety of perspectives of professional
ethics of medicine, Islamic laws and regulations in Indonesia. And abortion for
rape victims is like a double-edged knife. Health workers who are faced with
these situations will have a dilemma. Abortion will be punished, not doing
abortion is the soul of the pregnant woman is at stake. Noting that rape can
cause psychological trauma for the victim, then legalized abortion with respect
to Article 75 paragraph (2) letter b Law No.36 of 2009 and should be done by a
professional doctor in accordance with professional standards and observe the
provisions of norms in religion. In this paper will discuss about abortion in
the perspective of professional ethics of medicine, Islamic law and legislation
in the positive law of Indonesia.
Keywords: abortion, rape.
PENDAHULUAN
Salah satu masalah dalam
bidang kesehatan yang menimbulkan pro dan kontra adalah tentang aborsi. Aborsi
merupakan masalah klasik yang menjadi bahan perdebatan sepanjang zaman.Seiring
dengan berbagai perkembangan dan perubahan di era globalisasi ini, aborsi masih
menjadi bahan kajian menarik untuk dibahas.
Saat ini kontroversi terkait
aborsi kembali ramai dibicarakan dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menggantikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1992. Masyarakat beranggapan bahwa Undang-Undang yang baru ini telah melegalkan
aborsi bagi korban pemerkosaan. Sebenarnya masalah aborsi sudah diatur dalam
pasal 15 Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan (selanjutnya
disingkat UU No. 23 Tahun 1992). Dalam UU ini memang tidak diketemukan kata
aborsi karena istilah yang digunakan adalah tindakan medis tertentu.Pengaturan
melalui sistem hukum inilah yang dimaksud dengan legalisasi. Namun masyarakat
merancukan makna legalisasi ini sama dengan liberalisasi. Padahal liberalisasi
yang artinya pembebasan jelas berbeda makna dengan legalisasi yang bertujuan
untuk mengatur.
Terdapat 3 ( tiga )
pendirian tentang aborsi,, yaitu: (a) Pendirian konservatif: aborsi tidak boleh
dilakukan dalam keadaan apapun juga. Di sini terdapat alasan-alasan keagamaan
dan filisofis antara lain kesucian kehidupan, larangan untuk memusnahkan
kehidupan manusia yang tidak bersalah dan ketakutan akan implikasi sosial yang
liberal bagi orang lain yang tidak dapat membela diri seperti cacat dan para
lanjut usia; (b) Pendirian liberal yang memperbolehkan aborsi dalam berbagai
keadaan yang berbeda. Di sini aborsi dipandang sebagai keputusan moral, tetapi
dapat menerima pelbagai kemungkinan untuk membenarkannya secara moral, antara
lain kualitas hidup janin, kesehatan fisik dan mental wanita, hak wanita atas
integritas diri, kesejahteraan keluarga, pertimbangan karier dan keluarga
berencana; (c) Pendirian moderat: menempatkan diri di posisi tengah yang
mengakui kemungkinan legitimasi moral bagi sementara aborsi, tetapi tidak
pernah tanpa mengakui adanya penderitaan dan rasa berat hati baik dari pihak
ibu maupun janin. Pendirian ini melihat janin dan wanita sebagai pemilik hak
dan mengakui bahwa dalam upaya memecahkan konflik hak seperti itu mau tidak mau
akan menyebabkan penderitaan dan rasa berat hati. Dengan demikian pendirian
moderat memang menerima kemungkinan terjadinya sesuatu aborsi tertentu, tetapi
dapat menerimanya namun dalam suasana tragedi dan sangat kehilangan (Pitono Soeparto,
2001: 105).
Konflik moral mengenai
aborsi dapat pula dilihat dari perspektif dunia yang secara radikal berbeda
mengenai alam dan seksualitas. Pandangan dunia pertama melihat seksualitas
sebagai bagian dari alam.Menurutnya, seksualitas secara alami ditentukan
sedemikian rupa, sehingga utamanya memiliki fungsi biologis yang secara
intrinsik terkait dengan reproduksi.Pada masa remaja, rasa ingin
tahu mengenai seksualitas sangat penting terutama dalam pembentukan hubungan
dengan lawan jenisnya.Besarnya keingintahuan remaja mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan seksualitas menyebabkan remaja selalu berusaha mencari tahu
lebih banyak informasi mengenai seksualitas.Remaja dalam mencari informasi
tentang seksualitas diharapkan orang tua atau guru dapat membimbingnya supaya
tidak salah mencari informasi yang berdampak pada seks bebas.
Perilaku seks bebas saat ini adalah
masalah yang dialami remaja Indonesia. Karena remaja sekarang begitu mudah
mengiyakan ajakan lawan jenis untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah
dengan alasan karena suka sama suka dan saling mencintai satu sama lain. Remaja
tidak pernah berfikir kerugian apa yang akan diterimanya jika melakukan
hubungan seksual di luar pernikahan. Kebanyakan remaja menginkan hubungan seks
karena remaja sekarang dalam menjalani hubungan (berpacaran) sangat berani,
misalnya berpegangan tangan, mencium pipi, berpelukan, mencium bibir, memegang
buah dada di atas baju dll. Menurut pendapat dari Sarwono (2010: 205)
menjelaskan tentang perilaku seksual dimulai dari pegangan tangan dengan pacar,
perempuan (93%), berciuman laki- laki (61,6%), perempuan (39,4%), raba payudara
laki- laki (2,32%), perempuan ( 6,7%), pegang alat kelamin, laki- laki ( 7,1%),
perempuan (1%), hubungan seks, laki- laki (2%). Sedangkan menurut sebuah survei
yang dilakukan pada tahun 2007 oleh Dr Rachmat.
Seks bebas tidak hanya melanda remaja di
kota- kota besar seperti Jakarta tetapi juga melanda remaja Jawa Timur. Hasil
survei menunjukkan bahwa 50 % remaja remaja di Jabodetabek sudah melakukan seks
pranikah. Sementara di Surabaya, seks bebas dilakukan oleh 54 % remaja. Medan
52% dan Bandung 47% remaja melakukan seks bebas. Fakta yang lain yang begitu
mencengangkan yaitu adanya jumlah remaja yang melakukan aborsi yang mencapai
800 ribu remaja dengan 2,4 juta jiwa korban. Tidak cukup disitu,peningkatan
seks bebas ternyata juga berbanding lurus dengan penderita HIV/AIDS.
Kementerian Kesehatan selama 2010 mencatat AIDS ada 21.770 kasus dan 47.157 penderita
HIV positif. (Ary/int).
Dengan begitu banyak kasus remaja yang
terjerumus dalam seks bebas seharusnya ada suatu tindakan untuk mencegah atau
mengurangi agar remaja memahami dampak akibat dari melakukan seks bebas.
Dengan diketahui banyaknya remaja yang
melakukan seks bebas di setiap kota. Perlu diketahui remaja akan melakukan
aborsi karena tidak ingin hamil di luar nikah malah remaja akan melakukan
aborsi. Perlu di ketahui bahwa seorang remaja yang melakukan aborsi akan
mengalami gejala psikologi sebagai sindrom pasca aborsi (post- abortion
syndrome). Gejala – gejala sindrom tersebut antara lain Kehilangan harga
diri (82%), Berteriak- teriak histeris (51%), Mimpi buruk berkali- kali
mengenai bayi( 63%), ingin melakukan bunuh diri (28%), Mulai mencoba
menggunakan obat- obat terlarang(41%), Tidak bisa lagi menikmati hubungan
seksual (59%). (Kusmiran: 2011).
Banyaknya remaja yang terjerat dalam seks
bebas membuat peneliti ingin melakukan penelitian dengan meningkatkan pemahaman
tentang bahaya seks bebas terhadap siswa. Diharapkan sudah tidak ada lagi
remaja yang terjerat dalam seks bebas. Pengertian dari seks bebas sendiri
menurut Willis (2005: 73) menegaskan bahwa seks bebas yaitu melakukan hubungan
seks dengan siapa saja tanpa pernikahan, asal suka sama suka. Kata “asal suka
sama suka” inilah yang menjadi alasan remaja saat ini untuk melakukan seks
bebas.
METODE PENELITIAN
Berdasarkan untuk meningkatkan pemahaman bahaya seks bebas,
maka rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian pre-eksprerimental
design (eksperimen pura-pura), dengan jenis
Pre-test post-test one group design,
bukan true eksperimen design. Penelitian ini dikatakan eksperimen semu
atau pura-pura karena dalam penelitian ini hanya dilakukan pada satu kelompok
saja tanpa adanya kelompok pembanding. Sedangkan true eksperimen design adalah
penelitian yang melakukan pengamatan terhadap kelompok lain selain kelompok
eksperimen (adanya kelompok pembanding).Rancangan tersebut digunakan dalam
penelitian ini karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dan
treatment. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini berupa angket untuk memperoleh data tentang skor
pemahaman bahaya seks bebas. Dalam penelitian ini, angket digunakan sebagai
metode pengumpulan data. Angket (kuesioner) yang digunakan dalam penelitian ini
untuk mengetahui tingkat pemahaman bahaya seks bebas. Menurut Arikunto (2006:
151) Angket (kuesioner) adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan
untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya, atau hal- hal yang ia ketahui. Angket yang dipakai dalam penelitian
ini adalah jenis angket Rating –scale, (skala
bertingkat), yaitu sebuah pernyataan diikuti oleh kolom- kolom yang menunjukkan
tingkat- tingkat misalnya mulai dari sangat setuju sampai ke sangat tidak
setuju Untuk menguji validitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan
product moment yang dikembangkan oleh Karl Person. Menurut Arikunto (2006:169)
validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat- tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrument. Setelah dilakukan uji validitas, maka langkah
selanjutnya adalah uji reliabilitas. Uji reliabilitas dilakukan pada butir soal
yang telah teruji validitasnya. Dalam
penelitian ini uji reliabilitas menggunakan teknik Alpha Cronbach. Metode analisis data yang
dipakai oleh peneliti adalah analisis statistik, karena data yang terkumpul berupa
angka. Data yang disajikan berupa data ordinal dan nominal, serta tidak
berdistribusi normal, yang berarti subyek penelitian terdiri kurang dari 30
subyek penelitian. Dalam penelitian ini, analisis data menggunakan uji jenjang
bertanda Wilcoxon (Wilcoxon’s Signed Rank Test). Dalam uji jenjang bertanda
Wilcoxon, disamping tandanya (positif dan negatif) besarnya beda juga
diperhitungkan.
HASIL & PEMBAHASAN
Setelah memperoleh
hasil data pre- test dan post- test selanjutnya yang dilakukan untuk lebih
memperjelas perbedaan skor antara sebelum dilakukan treatment dan sesudah
dilakukan treatment dapat dilihat tabel dibahwa ini dengan menggunakan uji
Wilcoxon. Sebagai berikut:
Tabel
1.2 Analisis Data Menggunakan Uji
Wilcoxon.
Nama
TY
|
Pre
Test
|
Post
test
|
Selisih
|
Jenjang
2
|
Tanda
jenjang
|
|
(X1)
110
|
(Y1)
124
|
(YrX)
+14
|
+
+2
|
-
|
||
UM
|
111
|
126
|
+15
|
3
|
+3
|
|
RD
|
115
|
134
|
+19
|
4,5
|
+4,5
|
|
EV
|
112
|
119
|
+7
|
1
|
+1
|
|
MA
|
100
|
138
|
+38
|
7
|
+7
|
|
NV
|
109
|
128
|
+19
|
4,5
|
+4,5
|
|
YL
|
104
|
131
|
+27
|
6
|
+6
|
|
T=+28
|
T=0
|
Tabel 1.2 menjelaskan
bahwa jumlah yang bertanda negatif (-) adalah 0 sedangkan yang bertanda positif
(+) sama dengan 28. Pada uji wilcoxon, (T) yang dimaksud diatas adalah harga
dari wilcoxon, nilai paling kecil menjadi T hitung = 0 bila (α) taraf kesalahan
5% (uji 2 fihak), maka T tabel = 2 dengan N= 7. Dengan demikian (Thitung
< T tabel) atau (0 <
2), maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Berdasarkan hasil
analisis dengan menggunakan uji wilcoxon
pada tabel 1.2 maka dapat dikatakan
bahwa hipotesis penelitian Penerepan bimbingan kelompok teknik home room dapat
meningkatkan pemahaman bahaya seks bebas siswa dapat diterima. Karena terdapat
perubahan skor sebelum dan sesudah dilakukan bimbingan kelompok teknik home
room untuk meningkatkan pemahaman bahaya seks bebas, yang berarti konseling
mengalami perubahan skor atau peningkatan pemahaman tentang bahaya seks bebas
setelah diberikan bimbingan kelompok teknik home room.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
penerapan bimbingan kelompok teknik home room
dapat meningkatkan pemahaman bahaya seks bebas. Hal tersebut dapat
diketahui dengan adanya peningkatan skor pemahaman bahaya seks bebas setelah
diadakan bimbingan kelompok menggunakan teknik home room. Berdasarkan hasil
pembahasan maka dapat dismpulkan hasil perhitungan yang didapatkan nilai paling
kecil menjadi T hitung = 0 bila (α) taraf kesalahan 5% (uji 2 fihak), maka T
tabel = 2 dengan N= 7. Dengan demikian (Thitung < T tabel) atau
(0 < 2), maka Ho ditolak dan
Ha diterima. Dengan demikian, hipotesis penelitian Penerapan Bimbimbingan
kelompok teknik home room dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman bahaya
seks bebas dapat di terima.
PENUTUP
Dari
Pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka mengakhiri tulisan ini dapat
diambil kesimpulan sebagaimana di bawah ini: Aborsi bagi korban pemerkosaan
dalam perspektif etika kedokteran menimbulkan suatu dilema. Kalau dilakukan
berarti dokter telah melanggar sumpahnya yaitu berkewajiban melindungi hidup
makhuk insani sejak saat pembuahan, selain itu dalam sumpahnya dokter juga
harus mengutamakan kesehatan penderita. Dengan demikian jika aborsi tidak
dilakukan maka akan mengancam nyawa ibu hamil yang mengalami ikut psikologis
dan berkeinginan untuk mengakhiri hidupnya. Ditinjau dari hukum Islam aborsi
juga menimbulkan banyak perbedaan pendapat baik menurut mahzab Hanafi, Maliki,
mahzab Syaii, dan juga mahzab Hambali. Pada prinsipnya aborsi diharamkan tetapi
berdasar itjtihad para ulama aborsi dibolehkan jika dilakukan oleh dokter atau
tenaga kesehatan yang berwenang berdasar indikasi medis menyelamatkan jiwa ibu.
Sementara itu dalam perundang-undangan Indonesia terdapat perbedaan antara KUHP
dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 dalam mengatur masalah aborsi, KUHP
melarang aborsi dalam apapun sedangkan Undang-Undang Kesehatan membolehkan
aborsi pada korban pemerkosaan yang hamil.
DAFTAR PUSTAKA
(https://www.google.co.id/url?q=http://jurnal-perspektif/article/viewFile/71/63&sa=U&ved=OahUKEwjWzpu70bvQAhXKNo8KHT1cDy8QFggVMAM&usg=AFQjCNGYkO5xOu-YqAjkCoGpJ7F-smtESw, diakses
tanggal 21 November 2016)