Jumat, 25 November 2016

jurnal paper



JOURNAL PAPER
ABORSI DI KALANGAN PELAJAR



 
Disusun oleh:
1.      Alifa Suprihatin           (152100400)
2.      Meli Suwarsih             (152100410)
3.      Nurul Aini                   (152100413)


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN SEMESTER III
STIKES YOGYAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2016/2017





ABORSI DI KALANGAN PELAJAR
Alifa Suprihatin1, Meli Suwarsih2, Nurul Aini3
Prodi D3 Kebidanan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yogyakarta

ABSTRAK
Aborsi adalah masalah klasik dalam dunia kesehatan yang selalu menimbulkan perdebatan sepanjang zaman.Dari segi istilah aborsi berarti pengakhiran kehamilan sebelum janin itu dapat tumbuh diluar tubuh ibunya.Aborsi dibedakan menjadi dua yaitu aborsi spontan dan aborsi buatan.Aborsi buatan dibagi lagi berdasarkan alasannya, yaitu aborsi kriminalis dan aborsi medisinalis.Selama ini aborsi pada kasus korban pemerkosaan dianggap sebagai tindak kejahatan.Namun dengan berlakunya UU No. 36 Thn. 2009 tentang Kesehatan, aborsi bagi korban pemerkosaan telah dilegalisasi.Kembali masalah ini menjadi kontroversi dan menimbulkan pro dan kontra pendapat dalam menyikapinya. Tulisan ini akan membahas tentang aborsi dalam berbagai perspektif yaitu etika profesi kedokteran, hukum Islam dan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dan aborsi bagi korban pemerkosaan memang bagai sembilu bermata dua. Tenaga kesehatan yang dihadapkan pada situasi tersebut akan mengalami dilema. Melakukan aborsi akan dihukum, tidak melakukan aborsi maka jiwa sang ibu hamil yang jadi taruhannya. Dengan memperhatikan bahwa pemerkosaan dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban, maka aborsi dilegalkan dengan memperhatikan pasal 75 ayat (2) huruf b UU No. 36 Tahun 2009 dan harus dilakukan oleh dokter professional sesuai dengan standar profesi serta memperhatikan ketentuan norma-norma dalam agama. Dalam tulisan ini akan dibahas tentang aborsi dalam perspektif etika profesi kedokteran, hukum Islam dan peraturan perundang-undangan dalam hukum positif Indonesia.
Kata kunci: aborsi, pemerkosaan.

ABSTRACT
Abortion is a classic problem in the world of health that has always caused debate throughout the ages. In terms of the term abortion means the termination of pregnancy before the fetus can grow outside the mother’s body. Abortion can be divided into two, namely spontaneous abortion and artificial abortion. Artificial abortion subdivided based on reason, namely abortion and abortion medisinalis criminalist. During this abortion in cases of rape victims are considered as a crime. But with the enactment of Law no. 36 years old. 2009 on health, abortion has been legalized for rape victims. Back problems are a matter of controversy, and raises the pros and cons of opinion in react. This paper will discuss about abortion in a variety of perspectives of professional ethics of medicine, Islamic laws and regulations in Indonesia. And abortion for rape victims is like a double-edged knife. Health workers who are faced with these situations will have a dilemma. Abortion will be punished, not doing abortion is the soul of the pregnant woman is at stake. Noting that rape can cause psychological trauma for the victim, then legalized abortion with respect to Article 75 paragraph (2) letter b Law No.36 of 2009 and should be done by a professional doctor in accordance with professional standards and observe the provisions of norms in religion. In this paper will discuss about abortion in the perspective of professional ethics of medicine, Islamic law and legislation in the positive law of Indonesia.

Keywords: abortion, rape.


PENDAHULUAN
Salah satu masalah dalam bidang kesehatan yang menimbulkan pro dan kontra adalah tentang aborsi. Aborsi merupakan masalah klasik yang menjadi bahan perdebatan sepanjang zaman.Seiring dengan berbagai perkembangan dan perubahan di era globalisasi ini, aborsi masih menjadi bahan kajian menarik untuk dibahas.
Saat ini kontroversi terkait aborsi kembali ramai dibicarakan dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menggantikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992. Masyarakat beranggapan bahwa Undang-Undang yang baru ini telah melegalkan aborsi bagi korban pemerkosaan. Sebenarnya masalah aborsi sudah diatur dalam pasal 15 Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan (selanjutnya disingkat UU No. 23 Tahun 1992). Dalam UU ini memang tidak diketemukan kata aborsi karena istilah yang digunakan adalah tindakan medis tertentu.Pengaturan melalui sistem hukum inilah yang dimaksud dengan legalisasi. Namun masyarakat merancukan makna legalisasi ini sama dengan liberalisasi. Padahal liberalisasi yang artinya pembebasan jelas berbeda makna dengan legalisasi yang bertujuan untuk mengatur.
Terdapat 3 ( tiga ) pendirian tentang aborsi,, yaitu: (a) Pendirian konservatif: aborsi tidak boleh dilakukan dalam keadaan apapun juga. Di sini terdapat alasan-alasan keagamaan dan filisofis antara lain kesucian kehidupan, larangan untuk memusnahkan kehidupan manusia yang tidak bersalah dan ketakutan akan implikasi sosial yang liberal bagi orang lain yang tidak dapat membela diri seperti cacat dan para lanjut usia; (b) Pendirian liberal yang memperbolehkan aborsi dalam berbagai keadaan yang berbeda. Di sini aborsi dipandang sebagai keputusan moral, tetapi dapat menerima pelbagai kemungkinan untuk membenarkannya secara moral, antara lain kualitas hidup janin, kesehatan fisik dan mental wanita, hak wanita atas integritas diri, kesejahteraan keluarga, pertimbangan karier dan keluarga berencana; (c) Pendirian moderat: menempatkan diri di posisi tengah yang mengakui kemungkinan legitimasi moral bagi sementara aborsi, tetapi tidak pernah tanpa mengakui adanya penderitaan dan rasa berat hati baik dari pihak ibu maupun janin. Pendirian ini melihat janin dan wanita sebagai pemilik hak dan mengakui bahwa dalam upaya memecahkan konflik hak seperti itu mau tidak mau akan menyebabkan penderitaan dan rasa berat hati. Dengan demikian pendirian moderat memang menerima kemungkinan terjadinya sesuatu aborsi tertentu, tetapi dapat menerimanya namun dalam suasana tragedi dan sangat kehilangan (Pitono Soeparto, 2001: 105).
Konflik moral mengenai aborsi dapat pula dilihat dari perspektif dunia yang secara radikal berbeda mengenai alam dan seksualitas. Pandangan dunia pertama melihat seksualitas sebagai bagian dari alam.Menurutnya, seksualitas secara alami ditentukan sedemikian rupa, sehingga utamanya memiliki fungsi biologis yang secara intrinsik terkait dengan reproduksi.Pada masa remaja, rasa ingin tahu mengenai seksualitas sangat penting terutama dalam pembentukan hubungan dengan lawan jenisnya.Besarnya keingintahuan remaja mengenai hal-hal yang berhubungan dengan seksualitas menyebabkan remaja selalu berusaha mencari tahu lebih banyak informasi mengenai seksualitas.Remaja dalam mencari informasi tentang seksualitas diharapkan orang tua atau guru dapat membimbingnya supaya tidak salah mencari informasi yang berdampak pada seks bebas.
Perilaku seks bebas saat ini adalah masalah yang dialami remaja Indonesia. Karena remaja sekarang begitu mudah mengiyakan ajakan lawan jenis untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah dengan alasan karena suka sama suka dan saling mencintai satu sama lain. Remaja tidak pernah berfikir kerugian apa yang akan diterimanya jika melakukan hubungan seksual di luar pernikahan. Kebanyakan remaja menginkan hubungan seks karena remaja sekarang dalam menjalani hubungan (berpacaran) sangat berani, misalnya berpegangan tangan, mencium pipi, berpelukan, mencium bibir, memegang buah dada di atas baju dll. Menurut pendapat dari Sarwono (2010: 205) menjelaskan tentang perilaku seksual dimulai dari pegangan tangan dengan pacar, perempuan (93%), berciuman laki- laki (61,6%), perempuan (39,4%), raba payudara laki- laki (2,32%), perempuan ( 6,7%), pegang alat kelamin, laki- laki ( 7,1%), perempuan (1%), hubungan seks, laki- laki (2%). Sedangkan menurut sebuah survei yang dilakukan pada tahun 2007 oleh Dr Rachmat.
Seks bebas tidak hanya melanda remaja di kota- kota besar seperti Jakarta tetapi juga melanda remaja Jawa Timur. Hasil survei menunjukkan bahwa 50 % remaja remaja di Jabodetabek sudah melakukan seks pranikah. Sementara di Surabaya, seks bebas dilakukan oleh 54 % remaja. Medan 52% dan Bandung 47% remaja melakukan seks bebas. Fakta yang lain yang begitu mencengangkan yaitu adanya jumlah remaja yang melakukan aborsi yang mencapai 800 ribu remaja dengan 2,4 juta jiwa korban. Tidak cukup disitu,peningkatan seks bebas ternyata juga berbanding lurus dengan penderita HIV/AIDS. Kementerian Kesehatan selama 2010 mencatat AIDS ada 21.770 kasus dan 47.157 penderita HIV positif. (Ary/int).
Dengan begitu banyak kasus remaja yang terjerumus dalam seks bebas seharusnya ada suatu tindakan untuk mencegah atau mengurangi agar remaja memahami dampak akibat dari melakukan seks bebas.
Dengan diketahui banyaknya remaja yang melakukan seks bebas di setiap kota. Perlu diketahui remaja akan melakukan aborsi karena tidak ingin hamil di luar nikah malah remaja akan melakukan aborsi. Perlu di ketahui bahwa seorang remaja yang melakukan aborsi akan mengalami gejala psikologi sebagai sindrom pasca aborsi (post- abortion syndrome). Gejala – gejala sindrom tersebut antara lain Kehilangan harga diri (82%), Berteriak- teriak histeris (51%), Mimpi buruk berkali- kali mengenai bayi( 63%), ingin melakukan bunuh diri (28%), Mulai mencoba menggunakan obat- obat terlarang(41%), Tidak bisa lagi menikmati hubungan seksual (59%). (Kusmiran: 2011).
Banyaknya remaja yang terjerat dalam seks bebas membuat peneliti ingin melakukan penelitian dengan meningkatkan pemahaman tentang bahaya seks bebas terhadap siswa. Diharapkan sudah tidak ada lagi remaja yang terjerat dalam seks bebas. Pengertian dari seks bebas sendiri menurut Willis (2005: 73) menegaskan bahwa seks bebas yaitu melakukan hubungan seks dengan siapa saja tanpa pernikahan, asal suka sama suka. Kata “asal suka sama suka” inilah yang menjadi alasan remaja saat ini untuk melakukan seks bebas.



METODE PENELITIAN
Berdasarkan untuk meningkatkan pemahaman bahaya seks bebas, maka rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian pre-eksprerimental design (eksperimen pura-pura), dengan jenis  Pre-test post-test one group design,  bukan true eksperimen design. Penelitian ini dikatakan eksperimen semu atau pura-pura karena dalam penelitian ini hanya dilakukan pada satu kelompok saja tanpa adanya kelompok pembanding. Sedangkan true eksperimen design adalah penelitian yang melakukan pengamatan terhadap kelompok lain selain kelompok eksperimen (adanya kelompok pembanding).Rancangan tersebut digunakan dalam penelitian ini karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dan treatment.  Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket untuk memperoleh data tentang skor pemahaman bahaya seks bebas. Dalam penelitian ini, angket digunakan sebagai metode pengumpulan data. Angket (kuesioner) yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui tingkat pemahaman bahaya seks bebas. Menurut Arikunto (2006: 151) Angket (kuesioner) adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal- hal yang ia ketahui. Angket yang dipakai dalam penelitian ini adalah jenis angket  Rating –scale, (skala bertingkat), yaitu sebuah pernyataan diikuti oleh kolom- kolom yang menunjukkan tingkat- tingkat misalnya mulai dari sangat setuju sampai ke sangat tidak setuju Untuk menguji validitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan product moment yang dikembangkan oleh Karl Person. Menurut Arikunto (2006:169) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat- tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument. Setelah dilakukan uji validitas, maka langkah selanjutnya adalah uji reliabilitas. Uji reliabilitas dilakukan pada butir soal yang telah teruji validitasnya.  Dalam penelitian ini uji reliabilitas menggunakan teknik  Alpha Cronbach. Metode analisis data yang dipakai oleh peneliti adalah analisis statistik, karena data yang terkumpul berupa angka. Data yang disajikan berupa data ordinal dan nominal, serta tidak berdistribusi normal, yang berarti subyek penelitian terdiri kurang dari 30 subyek penelitian. Dalam penelitian ini, analisis data menggunakan uji jenjang bertanda Wilcoxon (Wilcoxon’s Signed Rank Test). Dalam uji jenjang bertanda Wilcoxon, disamping tandanya (positif dan negatif) besarnya beda juga diperhitungkan. 

HASIL & PEMBAHASAN
Setelah  memperoleh hasil data pre- test dan post- test selanjutnya yang dilakukan untuk lebih memperjelas perbedaan skor antara sebelum dilakukan treatment dan sesudah dilakukan treatment dapat dilihat tabel dibahwa ini dengan menggunakan uji Wilcoxon. Sebagai berikut:
Tabel 1.2  Analisis Data Menggunakan Uji Wilcoxon.
Nama
TY
Pre Test
Post test
Selisih
Jenjang
2
Tanda jenjang
(X1)
110
(Y1)
124
(YrX)
+14
+
+2
-
UM
111
126
+15
3
+3

RD
115
134
+19
4,5
+4,5

EV
112
119
+7
1
+1

MA
100
138
+38
7
+7

NV
109
128
+19
4,5
+4,5

YL
104
131
+27
6
+6






T=+28
T=0

Tabel 1.2  menjelaskan bahwa jumlah yang bertanda negatif (-) adalah 0 sedangkan yang bertanda positif (+) sama dengan 28. Pada uji wilcoxon, (T) yang dimaksud diatas adalah harga dari wilcoxon, nilai paling kecil menjadi T hitung = 0 bila (α) taraf kesalahan 5% (uji 2 fihak), maka T tabel = 2 dengan N= 7. Dengan demikian (Thitung <  T tabel) atau  (0 <  2), maka Ho ditolak dan Ha diterima. 
Berdasarkan  hasil analisis dengan menggunakan  uji wilcoxon pada tabel 1.2  maka dapat dikatakan bahwa hipotesis penelitian Penerepan bimbingan kelompok teknik home room dapat meningkatkan pemahaman bahaya seks bebas siswa dapat diterima. Karena terdapat perubahan skor sebelum dan sesudah dilakukan bimbingan kelompok teknik home room untuk meningkatkan pemahaman bahaya seks bebas, yang berarti konseling mengalami perubahan skor atau peningkatan pemahaman tentang bahaya seks bebas setelah diberikan bimbingan kelompok teknik home room. 

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan bimbingan kelompok teknik home room  dapat meningkatkan pemahaman bahaya seks bebas. Hal tersebut dapat diketahui dengan adanya peningkatan skor pemahaman bahaya seks bebas setelah diadakan bimbingan kelompok menggunakan teknik home room. Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat dismpulkan hasil perhitungan yang didapatkan nilai paling kecil menjadi T hitung = 0 bila (α) taraf kesalahan 5% (uji 2 fihak), maka T tabel = 2 dengan N= 7. Dengan demikian (Thitung <  T tabel) atau  (0 <  2), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian, hipotesis penelitian Penerapan Bimbimbingan kelompok teknik home room dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman bahaya seks bebas dapat di terima.



PENUTUP
Dari Pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka mengakhiri tulisan ini dapat diambil kesimpulan sebagaimana di bawah ini: Aborsi bagi korban pemerkosaan dalam perspektif etika kedokteran menimbulkan suatu dilema. Kalau dilakukan berarti dokter telah melanggar sumpahnya yaitu berkewajiban melindungi hidup makhuk insani sejak saat pembuahan, selain itu dalam sumpahnya dokter juga harus mengutamakan kesehatan penderita. Dengan demikian jika aborsi tidak dilakukan maka akan mengancam nyawa ibu hamil yang mengalami ikut psikologis dan berkeinginan untuk mengakhiri hidupnya. Ditinjau dari hukum Islam aborsi juga menimbulkan banyak perbedaan pendapat baik menurut mahzab Hanafi, Maliki, mahzab Syaii, dan juga mahzab Hambali. Pada prinsipnya aborsi diharamkan tetapi berdasar itjtihad para ulama aborsi dibolehkan jika dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan yang berwenang berdasar indikasi medis menyelamatkan jiwa ibu. Sementara itu dalam perundang-undangan Indonesia terdapat perbedaan antara KUHP dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 dalam mengatur masalah aborsi, KUHP melarang aborsi dalam apapun sedangkan Undang-Undang Kesehatan membolehkan aborsi pada korban pemerkosaan yang hamil.