Kamis, 20 Oktober 2016

AKI dan AKB

Bayi Tabung




Hasil gambar untuk bayi tabung


1. Pengertian Bayi Tabung
  • Fertilisasi  In Vitro – transfer embrio
  • Proses pembuahan diluar tubuh / pertemuan antara sperma dan ovum dilakukan di luar tubuh yaitu di dalam tabung (piring petri).
  • Suatu usaha jalan pintas untuk mempertemukan sel telur (ovum) dengan sel jantan (sperma) di luar tubuh manusia (in vitro), yaitu dalam tabung gelas dan kemudian setelah terjadi pembuahan dimasukkan kembali ke dalam rahim wanita sehingga dapat tumbuh menjadi janin sebagaimana layaknya janin biasa.
2. Jenis-jenis bayi tabung
  1. Dengan sperma suami
  2. Dengan sperma donor
  3. Dengan media titipan
3. Pandangan bayi tabung dari segi agama
Program bayi tabung dari satu sisi memang cukup membantu pasangan suami isteri (pasutri) yang mengalami gangguan kesuburan dan ingin mendapatkan keturunan. Namun di sisi yang lain, hukum bayi tabung akhirnya menuai pro dan kontra dari sejumlah pihak. Khususnya reaksi dari para alim ulama yang mempertanyakan keabsahan hukum bayi tabung jika dinilai dari sudut agama.
Berdasarkan fatwa MUI, hukum bayi tabung sah (diperbolehkan) dengan syarat sperma dan ovum yang digunakan berasal dari pasutri yang sah. Sebab hal itu termasuk dalam ranah ikhtiar (usaha) yang berdasarkan kaidah-kaidah agama.
MUI juga menegaskan, hukum bayi tabung menjadi haram jika hasil pembuahan sperma dan sel telur pasutri dititipkan di rahim wanita lain. Demikian pula ketika menggunakan sperma yang telah dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia atau menggunakan sperma dan ovum yang bukan berasal dari pasutri yang sah, maka hukum bayi tabung dalam hal ini juga haram.
4. Kedudukan Hukum Anak
Kedudukan Hukum Anak yang Lahir Melalui FIV dengan Menggunakan Sperma Suami
  • Pasal 250 KUHPerdata mengatur tentang pengertian anak sah.
  • Pasal 42 UU Perkawinan
  • Bagaimana kedudukan anak hasil FIV yang sperma dari suami, ovum dari istri dan embrio ditanam dirahim istri
Ø  Orang tua terikat perkawinan yang sah
Ø  Secara biologis anak merupakan anak pasutri
Ø  Istri sendiri yang melahirkan
Kedudukan Hukum Anak yang Lahir Melalui Proses FIV dengan Menggunakan Sperma Donor
Dilihat dari aspek biologis (Ayah Biologis) dan dari aspek yuridis (Ayah Yuridis) dapat dianggap sebagai :
  1. Sebagai anak sah dengan  melalui pengakuan(285 KUHP terdata)
  2. Sebagai anah zina
Kedudukan  Hukum Anak yang Lahir Melalui Proses FIV dengan Menggunakan Surrogate Mother/Media titipan
  • Pada proses ini sel telur dan sperma pasangan suami istri yang berupa embrio dititipkan dalam rahim wanita lain sewa rahim (lihat Pasal 1548 jo 1320 KUHPerdata) anak angkat
  1. Dasar Hukum Pelaksanaan Bayi Tabung di Indonesia
  • Undang-Undang RI No 36/2009
Pasal 127
Ayat (1) Upaya kehamilan diluar cara alamiah hanya dpt dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
  1. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri darimana ovum berasal
  2. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan
  3. Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu
Ayat (2) Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan diluar cara alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
1.      UU KES no. 36 tahun 2009 pasal 127 tentang pelaksanaan Bayi Tabung
Dalam Undang-Undang tersebut hanya mengatur secara umum mengenai syarat umum bayi tabung dapat diterapkan di Indonesia, tidak menyebutkan peraturan mengenai kedudukan hukum maupun hak mewaris anak bayi tabung.
2.      Pasal 16 UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan

—Ayat 1
Kehamilan di luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri mendapat keturunan.
Ayat 2
Upaya kehamilan di luar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat dilaksanakan oleh pasangan suami istri yang sah, dengan ketentuan:
1.      Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam    rahim istri darimana ovum itu berasal.
2.      Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
3.      Pada sarana kesehatan tertentu
—Ayat 3
  Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan kehamilan diluar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditentukan dengan PP
     Undang-undang bayi tabung berdasarkan hukum perdata dapat ditinjau dari beberapa kondisi berikut ini:
1  Jika sperma berasal dari pendonor dan setelah terjadi embrio diimplantasikan ke dalam rahim isteri, maka anak yang terlahir statusnya sah dan memiliki hubungan waris serta keperdataan selama suami menerimanya (Pasal 250 KUH Perdata).
2  Jika embrio diimplantasikan ke rahim wanita lain yang telah bersuami, maka anak yang terlahir statusnya sah dari pasangan penghamil, dan bukan dari pasangan yang memiliki benih (Pasal 42 UU No. 1/1974 dan Pasal 250 KUH Perdata)
3  Jika sperma dan sel telur berasal dari orang yang tidak terikat perkawinan tetapi embrionya diimplantasikan ke rahim wanita yang terikat perkawinan, anak yang terlahir statusnya sah bagi pasutri tersebut.
4  Jika embrio diimplantasikan ke rahim gadis, maka status anak yang terlahir adalah anak di luar nikah

6.      Aspek Hukum Bayi Tabung

Inseminasi buatan atau bayi tabung menjadi permasalahan hukum dan etis moral bila sperma/sel telur datang dari pasangan keluarga yang sah dalam hubungan pernikahan. Hal ini pun dapat menjadi masalah bila yang menjadi bahan pembuahan tersebut diambil dari orang yang telah meninggal dunia.
Tinjauan dari Segi Hukum Perdata Terhadap Inseminasi Buatan (Bayi Tabung) :

1.      Jika benihnya berasal dari Suami Istri, dilakukan proses fertilisasi-in-vitro transfer embrio dan diimplantasikan ke dalam rahim Istri maka anak tersebut baik secara biologis ataupun yuridis mempunyai satus sebagai anak sah (keturunan genetik) dari pasangan tersebut. Akibatnya memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya.
2.      Jika ketika embrio diimplantasikan ke dalam rahim ibunya di saat ibunya telah bercerai dari suaminya maka jika anak itu lahir sebelum 300 hari perceraian mempunyai status sebagai anak sah dari pasangan tersebut. Namun jika dilahirkan setelah masa 300 hari, maka anak itu bukan anak sah bekas suami ibunya dan tidak memiliki hubungan keperdataan apapun dengan bekas suami ibunya. Dasar hukum pasal 255 KUH Perdata.
3.      Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami, maka secara yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang mempunyai benih. Dasar hukum pasal 42 UU No. 1/1974 dan pasal 250 KUH Perdata. 15
Dalam hal ini Suami dari Istri penghamil dapat menyangkal anak tersebut sebagai anak sah-nya melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes DNA. (Biasanya dilakukan perjanjian antara kedua pasangan tersebut dan perjanjian semacam itu dinilai sah secara perdata barat, sesuai dengan pasal 1320 dan 1338 KUH Perdata.)
4.      Jika salah satu benihnya berasal dari donor:

1.      Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi-in-vitro transfer embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur Istri akan dibuahi dengan Sperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah terjadi pembuahan diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak yang dilahirkan memiliki status anak sah dan memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya sepanjang si Suami tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan darah atau tes DNA. Dasar hukum pasal 250 KUH Perdata.
2.      Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami maka anak yang dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar hukum pasal 42 UU No. 1/1974 dan pasal 250 KUH Perdata.
3.      Jika semua benihnya dari donor:
·         Jika sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang yang tidak terikat pada perkawinan, tapi embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang terikat dalam perkawinan maka anak yang lahir mempunyai status anak sah dari pasangan Suami Istri tersebut karena dilahirkan oleh seorang perempuan yang terikat dalam perkawinan yang sah.
·         Jika diimplantasikan ke dalam rahim seorang gadis maka anak tersebut memiliki status sebagai anak luar kawin karena gadis tersebut tidak terikat perkawinan secara sah dan pada hakekatnya anak tersebut bukan pula anaknya secara biologis kecuali sel telur berasal darinya. Jika sel telur berasal darinya maka anak tersebut sah secara yuridis dan biologis sebagai anaknya

STANDAR PRAKTEK KEBIDANAN
1.Standar I: MetodeAsuhan
Asuhankebidanandilaksanakandenganmetodemanajemenkebidananmelaluipengumpulan data dananalisis data, penentuan diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dandokumentasi.

Definisioperasional
a.       Terdapat format manajemenkebidanan yang telahterdaftarpadacatatanmedis.
b.      Format manajemenkebidanan yang terdiriatas format pengumpulan data, rencana format pengawasan resume dantindaklanjutcatatankegiatanevaluasi.
2. Standar II: Pengkajian
Pengumpulan data tentang status kesehatankliendilakukansecarasistematisdanberkesinambungan.Data yang diperolehdicatatdandianalisis.
Definisioperasional
a.       Terdapat format pengumpulan data.
b.      Pengumpulan data dilakukansecarasistematis, terfokus, yang meliputi data
·         Demografiidentitasklien,
·         Riwayatpenyakitterdahulu,
·         Riwayatkesehatanreproduksi,
·         Keadaankesehatansaatinitermasukkesehatanreproduksi
·         Analisis data
c.       Data dikumpuklandari
·         Klientataupasienkeluargadansumber lain
·         Tenagakesehatan
·         Individudalamlingkunganterdekat
d.      Data diperolehdengancara
·         Wawancara
·         Observasi
·         Permeriksaanfisik
·         Pemeriksaanpenunjang
3. Standar III: Diagnosis Kebidanan
Diagnosis kebidanandirumuskanberdasarkananalisis data yang telahdikumpukan.
            Definisioperasional
a.       Diagnosis kebidanandibuatsesuaidengankesenjangan yang dihadapiolehklientatausuataukeadaanpsikologis yang adapadatindakankebidanansesuaidenganwewenangbidandankebutuhanklient.
b.      Diagnosis kebidanadirumuskansecarapadat,jelas,sistematis,mengarahpadaasuhankebidanan yang diperlukanolehklient.
4. standar IV: RencanaAsuhan
Rencanaasuhankebidanandibuatberdasarkan diagnosis kebidanan.
Definisioperasional
a.       Terdapat format rencanaasuhankebidanan.
b.      Format rencanaasuhankebidananterdiriatasdiagnosis,rencanatindakan,danevaluasi.
5. Standar V: Tindakan
Tindakankebidanandilaksanakanberdasarkanrencanadanperkembangankeadaanklient.tindakankebidanandilanjutkandenganevaluasikeadaanklient.
Definisioperasional
a.       Terdapat format tindakankebidanandanevaluasi.
b.      Format tindakankebidananterdiriatastindakandanevaluasi.
c.       Tidakankebidanandilaksanakandenganrencanadanperkembanganklient.
d.      Tindakankebidanandilaksanakansesuaidenganprosedurtetapdanwewenangbidanatautugaskolaborasi.
e.       Tindakankebidanandilaksanakandenganmenerapkankodeetikkebidanan,etikkebidanan,sertamempertimbangkankeamanandankenyamanan,sertahakklient.
f.       Seluruhtindakankebidanandicatatpada format yang telahtersedia.
6. Standar VI: Partisipasiklient
Tindakankebidanandilaksanakanbersama (partisipatori) klientdankeluargadalamupayapeningkatanpemeliharaandanpemulihankesehatan.
Definisioperasional
a.       Klientataukeluargamendapatkaninformasitentang
·         Status kesehatansaatini
·         Rencanatindakan yang akandilaksanakan
·         Perananklientataukeluargadalamtindakankebidanan
·         Sumber-sumber yang dapatdimanfaatkan
·         Klientdankeluargabersamadenganpetugasmelaksanakantindakanataukegiatan.

7. Standar VII: Pengawasan
Pemantauanataupengawasanterhadapklientdilaksanakansecaraterusmenerusdengantujuanmengetahuiperkembanganklient.
Definisioperasional
a.       Terdapat format pengawasanklient.
b.      Pengawasandilaksanakansecaraterusmenerusdansistematisuntukmengetahuikeadaanperkembanganklient.
c.       Pengawasandilaksanakanselaludicatatpadacatatan yang telahdisediakan.
8. Standar VIII: Evaluasi
Evaluasiasuhankebidanandilaksanakansecaraterusmenerusseiringtindakankebidanan yang dilaksanakandanevaluasidarirencana yang telahdirumuskan.
Definisioperasional
a.       Evaluasidilakukansetelahdilaksanakantindakankebidananklientsesuaidenganstandarukuran yang telahditetapkan.
b.      Evaluasidilaksanakanuntukmengukurrencana yang telahdirumskan.
c.       Hasilevaluasidicatatpada format yang telahdisediakan.
9. Standar IX: Dokumentasi
Asuhankebidanandidokumentasikansesuaidenganstandardokumentasiasuhankebidanan yang diberikan.
Definisioperasional
a.       Dokumentasidilaksanakanuntuksetiaplangkahmanajemenkebidanan.
b.      Dokumentasidilaksanakansecarajujur,sistematis,jelas,danbertangungjawab.
c.       Dokumentasimerupakanbukti legal pelaksanaanasuhankebidanan.















BAB III
A.    Kesimpulan
Jadidapatdisumpulkanbahwa
Daftarpustaka
Wahyuningsih, Heni Puji.2006.Etika profesikebidanan.Yogyakarta:Fitramaya.
Kansil,CST.1991. ]PengantarHukumKesehatanIndonesia.RinekaCipta:Jakarta
Soepardan, SuryanidanDadi Anwar H. 2005. EtikaKebidanandanHukumKesehatan.Jakarta :PenerbitBukuKedokteran EGC


 

Kode Etik Profesi Bidan



MAKALAH
KODE ETIK PROFESI BIDAN
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etikolegal
Dosen pengapu: Ibu Fitria Melina, S.ST,M.Kes



 







Disusun Oleh :
1.        ALIFA SUPRIHATIN                         (152100400)




DIPLOMA III KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YOGYAKARTA
TAHUN 2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan Rahmat dan Hidayahnya penyusunan Makalah dengan judul “KODE ETIK PROFESI KEBIDANAN” ini dapat diselesaikan dengan baik dan sesuai waktu yang telah direncanakan. Penyusunan Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Etikolegal. Laporan ini juga merupakan tugas yang dapat dimanfaatkan untuk menambah ilmu pengetahuan dan juga bisa dijadikan motivasi untuk lebih menambah pengetahuan tentang kesehatan lingkungan.
Penyusunan laporan ini, tentu masih jauh untuk dikatakan sempurna, hal ini karena keterbatasan kami dalam menguasai wawasan dan ilmu pengetahuan yang masih sangat terbatas. Walaupun demikian kami berharap semoga penyusunan Makalah ini dapat menjadi salah satu referensi  pengetahuan bagi teman-teman dan bagi kami selaku penyusun makalah ini. Akhir kata semoga kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak kepada kami mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT, amin.

                                                                       Yogyakarta, 24 Maret 2016
           
                                                                                                Penulis





DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... 1
KATA PENGANTAR........................................................................................ 2
DAFTAR ISI........................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang................................................................................................ 4
B.       Rumusan Masalah........................................................................................... 4
C.       Tujuan............................................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN
A.      Definisi Profesi Bidan.................................................................................... 6
B.       Ciri-Ciri Bidan Sebagai Profesi...................................................................... 7
C.       Karekteristik profesi....................................................................................... 7
D.      Tujuan Kode Etik dalam Pelayanan Kebidanan............................................. 7
E.       Dimensi Kode Etik......................................................................................... 9
F.        Prinsip Kode Etik........................................................................................... 9
G.      Kode Etik Kebidanan dan Penerapannya dalam Praktik Kebidanan............. 9
H.      Penyimpangan Kode Etik Profesi Kebidanan.............................................. 17
I.         Penegakan Hukum terhadap Pelanggaran Kode Etik Bidan........................ 18
J.         Sanksi Penyimpangan Kode Etik Bidan....................................................... 22
BAB III PENUTUP
A.      Kesimpulan................................................................................................... 24
B.       Saran............................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 25




BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Etika diperlukan dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional. Etika merupakan suatu sistem yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain. Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat.
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang perlu kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan manusia.
Begitu halnya dengan profesi kebidanan, diperlukan suatu petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka harus menjalankan profesinya, yaitu ketentuan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh anggota profesi, tidak saja dalam menjalankan tugas profesinya melainkan juga menyangkut tingkah laku dalam pergaulan sehari-hari dimayarakat, yang dalam hal ini kode etik profesi kebidanan.

B.       Rumusan Masalah                      
1.         Apa definisi profesi bidan ?
2.         Apa saja ciri-ciri bidan sebagai profesi ?
3.         Bagaimana karakteristik profesi ?
4.         Apa tujuan kode etik dalam pelayanan kebidanan ?
5.         Apa saja dimensi kode etik ?
6.         Bagaimana prinsip kode etik ?
7.         Apa saja kode etik kebidanan dan bagaimana penerapannya dalam praktik kebidanan ?
8.         Bagaimana penyimpangan kode etik profesi kebidanan ?
9.         Bagaimana penegakan hukum terhadap pelanggaran kode etik bidan ?
10.     Bagaimana sanksi penyimpangan kode etik bidan ?

C.       Tujuan
1.      Untuk mengetahui definisi profesi bidan.
2.      Untuk mengetahui ciri-ciri bidan sebagai profesi.
3.      Untuk mengetahui karakteristik profesi.
4.      Untuk mengetahui tujuan kode etik dalam pelayanan kebidanan.
5.      Untuk mengetahui dimensi kode etik.
6.      Untuk mengetahui prinsip kode etik.
7.      Untuk mengetahui kode etik kebidanan dan penerapannya dalam praktik kebidanan.
8.      Untuk mengetahui penyimpangan kode etik kebidanan.
9.      Untuk mengetahui penegakan hukum terhadap pelanggaran kode etik bidan.
10.  Untuk mengetahui sanksi penyimpangan kode etik bidan.




BAB II
PEMBAHASAN

A.      Definisi Profesi Bidan
Profesi berasal dari kata profesio (latin) yang berarti pengakuan. Selanjutnya profesi adalah suatu tugas atau kegiatan fungsional dari suatu kelompok tertentu yang diakui dalam melayani masyarakat. Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta profesi sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, mililter, dan teknik.
Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai persyaratan yang berlaku, dicatat (registrasi), dan diberi izin secara sah untuk menjalankan praktik.
Bidan adalah salah satu profesi tertua. Bidan terlahir sebagai wanita terpercaya dalam mendamping dan menolong ibu dalam melahrkan bayinya sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik. Bidan bekerja berdasarkan pada pandangan filosofi yang dianut keilmuan, metode kerja, standar praktik, pelayanan dank kode etik profesi yang dimiliki.
Sebagai anggota profesi, bidan mempunyai ciri khas yang khusus yaitu, sebagai pelayan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan.
Bidan mempunyai tugas yang sangat unik, yaitu :
1.        Selalu mengedepankan fungsi ibu sebagai pendidik bagi anak-anaknya.
2.        Memiliki kode etik dengan serangkaian pengetahuan ilmiah yang didapat melalui proses pendidikan dan jenjang tertentu.
3.        Keberadaan bidan diakui memiliki organisasi profesi yang bertugas meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat.
4.        Anggotanya menerima jasa atas pelayanan yang dilakukan dengan tetap memegang teguh kode etik profesi.
          Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan profesi bidan adalah suatu jabatan profesi yang disandang oleh anggota profesi bidan yang mempunyai ciri-ciri yang mampu menunjukkan sebagai jabatan yang professional yang memiliki pengetahuan khusus, melaksanakan peranan bermutu, melaksanakan cara yang disepakati, merupakan ideologi, terikat pada kesetiaan yang diyakini, dan melalui pendidikan perguruan tinggi.

B.       Ciri-Ciri Bidan Sebagai Profesi
1.         Mengembangkan pelayanan yang unik kepada masyarakat
2.         Anggota-anggotanya dipersiapkan melalui suatu program pendidikan yang ditujukan untuk maksud profesi yang bersangkutan
3.         Memiliki serangkaian pengetahuan ilmiah
4.         Anggota-anggotanya menjalankan tugas profesinya sesuai dengan kode etik  yang berlaku
5.         Anggota-anggotanya bebas mengambil keputusan dalam menjalankan profesinya
6.         Anggota-anggotanya wajar menerima imbalan jasa/pelayanan yang diberikan
7.         Memiliki suatu organisasi profesi yang senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat oleh anggotanya

C.       Karekteristik profesi
Secara umum profesi mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1.        Memiliki pengetahuam yang melandasi ketrampilan dan pelayanan
2.        Mampu memberikan pelayanan yang unik kepada orang lain
3.        Mempunyai pendidikan yang mempunyai standar
4.        Pengendalian terhadap standar praktik
5.        Bertanggung jawab dan mempertanggung-jawabkan pelayanan yang diberikannya
6.        Karir seumur hidup yang mandiri

D.      Tujuan Kode Etik dalam Pelayanan Kebidanan
Kode etik profesi merupakan “suatu penyataan komprehensif dari profesi yang memberikan tuntunan bagi anggotanya untuk melaksanakan praktik dalam bidang profesinya baik yang berhubungan dengan klien/pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan diri sendirinya”.
Kode etik suatu profesi adalah berupa norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi yang bersangkutan didalam melakasanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.
Norma-norma tersebut berisi tentang petunjuk-petunjuk bagi anggota tentang bagaimana mereka harus menjalankan profesinya dan larangan-larangan yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh anggota profesi, tidak saja dalam menjalankan tugas profesinya, melainkan juga menyangkut tingkah laku pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam masyarakat.
Pada dasarnya tujuan menciptakan atau memutuskan kode etik suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan Organisasi.
Secara umum tujuan menciptakan kode etik adalah sebagai berikut :
1.        Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi.     
Dalam hal ini yang dijaga adalah image dari pihak luar atau masyarakat untuk mencegah orang luar memandang rendah atau remeh suatu profesi. Oleh karena itu, setiap kode etik suatu progfesi  akan melarang berbagai  bentuk tindak tanduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi di dunia luar. Dari segi ini kode etik juga disebut kode kehormatan.
2.        Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota
Yang dimaksud kesejahteraan ialah kesejahteraan material dan spiritual atau mental. Dalam kesejahteraan material anggota profesi kode etik umumnya menerapkan larangan-larangan bagi anggota untuk melakukan perbuatan yang merugikan kesejahteraan. Kode etik juga menciptakanperaturan-peraturan yang di tujukan kepada pembahasan tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur para anggota profesi dalam interaksinyadengan sesama anggota profesi.
3.        Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Dalam hal ini kode etik juga berisi tujuan pengabdian profesi tertentu, sehingga para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdian profesinya. Oleh karena itu kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan oleh para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
4.        Untuk meningkatkan mutu profesi         
Kode etik juga memuat tentang norma-norma serta anjuran agar profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang pengabdiannya. Selain itu kode etik juga mengatur bagaimana cara memelihara dan meningkatkan mutu organisasi profesi

E.       Dimensi Kode Etik
1.             Anggota profesi dan klien atau pasien.
2.             Anggota profesi dan sistem kesehatan.
3.             Anggota profesi dan profesi kesehatan.
4.             Anggota profesi dan sesama anggota profesi.

F.        Prinsip Kode Etik
1.         Menghargai otonomi.
2.         Melakukan tindakan yang benar.
3.         Mencegah tindakan yang dapat merugikan.
4.         Berlakukan manusia dengan adil.
5.         Menjelaskan dengan benar.
6.         Menepati janji yang telah disepakati.
7.         Menjaga perasaan.

G.      Kode Etik Kebidanan dan Penerapannya dalam Praktik Kebidanan
Kode etik bidan di Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disahkan dalam kongres nasional IBI X tahun 1988, sedangkan petunjuk pelaksanaannya disahkan dalam rapat kerja nasional (RAKERNAS) IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disahkan pada kongres nasional IBI XII tahun 1998. Sebagai pedoman dalam berperilaku, kode etik bidan indonesia mengandung beberapa kekuatan yang semuanya bertuang dalam mukadimah, tujuan dan bab.
Secara umum kode etik tersebut berisi 7 bab yaitu:
Bab I. Kewajiban Bidan terhadap Klien dan Masyarakat (6 Butir)
1.        Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
Penerapannya :
1)          Bidan harus melakukan tugasnya berdasarkan tugas dan fungsi bidan yang telah ditetapkan sesuai dengan prosedur ilmu  dan kebijakan yang berlaku dengan penuh kesungguhan dan tanggung jawab.
2)          Bidan dalam melakukan tugasnya, harus memberi pelayanan yang optimal kepada siapa saja dengan tidak membedakan pangkat, kedudukan, golongan, bangsa dan negara.
3)          Bidan dalam melaksanakan tugasnya tidak akan menceritakan kepada orang lain dan merahasiakan segala yang berhubungan dengan tugasnya
4)          Bidan hanya boleh membuka rahasia klien apabila diminta untuk keperluan kesaksian pengadilan
2.        Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
Penerapannya :
1)        Pada hakikatnya manusia termasuk klien membutuhkan penghargaan dan pengakuan yanng hakiki baik dari golongan masyarakat intelektual, menengah atau masyarakat kurang mampu.
2)        Dilandasi sikap menghargai martabat setiap insan, maka bidan harus memberi pelayanan profesional yang memadai kepada setiap klien.
Memberi pelayanan sesuai dengan bidang ilmu yang dimiliki dan manusiawi secara penuh tanpa mementingakan kepentingan pribadi dan mendahulukan kepentingan klien serta menghargai klien sebagaimana bidan menghargai dirinya sendiri.
Dalam memberikan pelayanan, harus menjaga citra bidan sebagai profesi yang memiliki nilai-nilai pengabdian yang sangat esensial.Pengabdian dan pelayanan bidan adalah dorongan hati nurani yang tidak mendahulukan balas jasa.
3.        Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
Penerapannya :
1)        Bidan dalam melaksanakan pelayanan harus sesuai dengan tugas dan kewajiban yang telah digariskan dalam permenkes No 900/Permenkes/IX/2002.
2)        Melayani bayi dan anak pra sekolah termasuk pengawasan dalam pertumbuhan perkembangan bayi dan anak, pemberian vaksinasi sesuai dengan usia, melaksanakan perawatan bayi dan memberi petunjuk kepada ibu tentang makanan bayi, termasuk cara menyusui yang baik dan benar serta makanan tambahan sesuai dengan usia anak.
3)        Memberi obat-obatan tertentu dalam bidang kebidanan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi klien.
4)        Mengadakan konsultasi dengan profesi kesehatan lainnya dalam kasus-kasus yang tidak dapat diatasi sendiri.
5)        Bidan melaksanakan perannya di tengah kehidupan masyarakat
4.        Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
Penerapannya :
Bidan dalam memberikan pelayanan kepada klien yang masih percaya pada kebudayaannya, tidak murni menghilangkan, tetapi memadukan dengan ilmu kebidanan yang dimilikinya.
5.        Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
Penerapannya :
Ketika ada klien datang, sedangkan bidan mau ada kepentingan keluarga, bidan harus mendahulukan untuk melayani klien yang datang tersebut daripada kepentingan pribadinya.
6.        Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.
Penerapannya :
1)        Bidan harus mengadakan kunjungan rumah atau masyarakat untuk memberi penyuluhan serta motivasi agar masyarakat mau membentuk posyandu atau PKMD atau kepada ibu yang mempunyai balita/ibu hamil untuk memeriksakan diri di posyandu.
2)        Bidan dimana saja berada, baik dikantor, puskesmas atau rumah, ditempat praktik BPM, maupun ditengah masyarakat lingkungan tempat tinggal, harus selalu memberi motivasi untuk selalu hidup sehat.
Bab II Kewajiban Bidan terhadap Tugasnya (3 Butir)
1.        Setiap bidan senantiasa memberi pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan pada kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
Penerapannya :
1)        Melaksanakan pelayanan yang bersifat pencegahan seperti asuhan antenatal, memberi imunisasi, KIE, sesuai dengan kebutuhan.
2)        Memberi pelayanan yang bersifat pengobatan sesuai dengan wewenang bidan.
3)        Memberi pelayanan bersifat promotif/peningkatan kesehatan.
4)        Memberi pelayanan bersifat rehabilitatif.
2.        Setiap bidan berhak memberi pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya, termasuk keputusan mengadakan konsultasi dan atau rujukan.
Penerapannya :
1)        Menolong partus di rumah sendiri, di puskesmas, dan di Rumah Sakit.
2)        Mengadakan pelayanan konsultasi terhadap ibu, bayi dan KB sesuai dengan wewenangnya.
3)        Merujuk klien yang tidak dapat ditolong ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas lebih lengkap.
3.        Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali jika diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien.
Penerapannya :
Ketika bertugas, bidan tidak dibenarkan menceritakan segala sesuatu yang diketahuinya kepada siapapun termasuk keluarganya.
Bab III. Kewajiban Bidan terhadap Sejawat dan Tenaga Kesehatan Lainnya (2 Butir)
1.        Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi.
Penerapannya :
1)        Dalam melaksanakan tugas kebidanan baik pemerintah/non pemerintah, jika ada sejawat yang berhalangan (cuti), bidan dapat saling menggantikan, sehingga tugas pelayanan tetap berjalan.
2)        Sesama sejawat harus saling mendukung, misalnya dengan mengadakan arisan, piknik bersama, mengunjungi teman yang sakit, memenuhi undangan perkawinan keluarga, khitanan.
2.        Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.
Penerapannya :
1)        Dalam menetapkan lokasi BPM, perlu diperhatikan jarak dengan lokasi yang sudah ada.
2)        Jika mengalami kesulitan, bidan dapat saling membantu dengan mengkonsultasikan kesulitan kepada sejawat.
3)        Dalam kerja sama antar teman sejawat, konsultasi atau pertolongnan mendadak hendaknya melibatkan imbalan yang sesuai dengan kesepakatan bersama.

Bab IV. Kewajiban Bidan terhadap Profesinya (3 Butir)
1.        Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberi pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.
Penerapannya :
1)        Menjadi panutan dalam hidupnya.
2)        Berpenampilan yang baik.
3)        Tidak membeda-bedakan pangkat, jabatan dan golongan.
4)        Menjaga mutu pelayanan profesinya sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
5)        Menggunakan pakaian dinas dan kelengkapannya hanya dalam waktu dinas.
2.        Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Penerapannya :
1)        Mengembangkan kemampuan di lahan praktik.
2)        Mengikuti pendidikan formal.
3)        Mengikuti pendidikan berkelanjutan melalui penataran, seminar, lokakarya, simposium, membaca majalah, buku dan lain-lain secara pribadi.
3.        Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
1)        Membantu pembuatan perencanaan penelitian kelompok.
2)        Membantu pelaksanaan proses penelitian dalam kelompok.
3)        Membantu pengolahan hasil penelitian kelompok.
4)        Membantu pembuatan laporan penelitian kelompok.
5)        Membantu perencanaan penelitian mandiri.
6)        Melaksanakan penelitian mandiri.
7)        Mengolah hasil penelitian.
8)        Membuat laporan penelitian.
Bab V. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (3 Butir)
1.        Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik.
Penerapannya :
1)        Memperhatikan kesehatan perorangan.
2)        Memperhatikan kesehatan lingkungan.
3)        Memeriksakan diri secara berkala setiap setahun sekali.
4)        Jika mengalami sakit atau keseimbangan tubuh terganggu, segera memeriksakan diri ke dokter.
2.        Setiap bidan harus berusaha terus-menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Penerapannya :
1)        Membaca buku-buku tentang kesehatan, kebidanan, keperawatan    pada umumnya bahkan pengetahuan umum
2)        Menyempatkan membaca Koran.
3)        Berlangganan majalah profesi, majalah kesehatan.
4)        Mengikuti penataran, seminar, simposium, lokakarya tentang kesehatan umumnya, kebidanan khususnya.
5)        Mengadakan latihan berkala seperti simulasi atau demonstrasi untuk tindakan yang jarang terjadi, pada kesempatan pertemuan IBI di tingkat kecamatan, cabang, daerah atau pusat.
6)        Mengundang pakar untuk memberi ceramah atau diskusi pada kesempatan pertemuan rutin, misalnya bulanan.
7)        Mengadakan kunjungan atau studi perbandingan ke rumah sakit-rumah sakit yang lebih maju ke daerah-daerah terpencil.
8)        Membuat tulisan atau makalah secara bergantian, yang disajikan dalam kesempatan pertemuan rutin.
3.        Setiap bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri.
Bab VI. Kewajiban Bidan Terhadap Pemerintah, Nusa, Bangsa dan Tanah    Air (2 Butir)
1.        Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga serta masyarakat.
Penerapannya :
1)        Bidan harus mempelajari perundang-undangan kesehatan di Indonesia dengan cara :
a.         Menyebarluaskan informasi atau perundang-undangan yang dipelajari kepada anggota.
b.        Mengundang ahli atau penceramah yang dibutuhkan.
2)        Mempelajari program pemerintah, khususnya mengenai pelayanan kesehatan di Indonesia.
3)        Mengidentifikasi perkembangan kurikulum sekolah tenaga kesehatan umumnya, keperawatan dan kebidanan khususnya.
2.        Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan, terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.
Penerapannya :
1)        Bidan harus menyampaikan laporan kepada setiap jajaran IBI tentang berbagai hal yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas bidan di daerah, termasuk faktor penunjang maupun penghambat pelaksanaan tugas itu.
2)        Mencoba membuat penelitian tentang masalah yang sering terjadi di masyarakat yang berhubungan dengan tugas profesi kebidanan, misalnya penelitian mengenai :
a.         Berapa biaya standar persalinan normal di suatu daerah
b.        Berapa banyak animo masyarakat di suatu daerah terhadap fasilitas KIA/KB yang telah disediakan oleh masyarakat.
Bab VII. Penutup
Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa menghayati dan mengamalkan Kode Etik Bidan Indonesia.

H.      Penyimpangan Kode Etik Profesi Kebidanan
Kode etik adalah norma-norma yang harus di indahkan oleh setiap anggota profesi yang bersangkutan di dalam melaksanakantugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka harus menjalankan profesinya dan larangan-larangan yang di atur di dalamnya, yaitu berupa ketentuan-ketentuan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh di perbuat atau di laksanakan oleh anggota profesi, melainkan juga dalam menjalankan tugas profesinya, serta menyangkut tingkah laku pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam masyarakat.
Kode etik profesi penting di terapkan,karena semakin meningkatnya tuntutan terhadap pelayanan kesehatan dan pengetahuan serta kesadaran hukum masyarakat tentang prinsip dan nilai moral yang terkandung dalam pelayanan profesional. Kode etik profesi mengandung karakteristik khusus suatu profesi. Hal ini berarti bahwa standart profesi harus dipertahankan dan mencerminkan tanggung jawab yang diterima oleh profesi dalam hubungan profesional antara tenaga kesehatan dan masyarakat.
Sebagai tenaga profesional, bidan memikul tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya. Seorang bidan harus dapat mempertahankan tanggung jawabnya terhadap tindakan yang dilakukannya salah satu tanggung jawab bidan yaitu “tanggung jawab terhadap masyarakat”. Bidan turut bertanggung jawab dalam memecahkan masalah kesehatan masyarakat. Baik secara mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lainnya, bidan berkewajiban memanfaatkan sumber daya yang ada untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.
Derasnya arus globalisasi yang semakin mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat dunia, maka juga akan mempengaruhi munculnya masalah / penyimpangan etik sebagai akibat kemajuan teknologi / ilmu pengetahuan yang menimbulkan konflik terhadap nilai titik arus kesejagatan ini tidak dapat dibendung, pasti akan mempengaruhi pelayanan kebidanan. Dengan demikian penyimpangan etik mungkin saja terjadi juga dalam praktik kebidanan misalnya dalam praktik mandiri. Bidan praktik mandiri mempunyai tanggung jawab yang besar karena harus mempertanggung jawabkan sendiri apa yang dilakukan. Dalam hal ini bidan praktik mandiri menjadi pekerja yang bebas mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan besar sekali pengaruhnya terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan etik.

I.         Penegakan Hukum terhadap Pelanggaran Kode Etik Bidan
Negara hukum (rechtstaat),mengandung sekurang-kurangnya 2 (dua) makna:
1.        Yang pertama adalah pengaturan mengenai batasan-batasan peranan negara atau pemerintahan dalam menmcampuri kehidupan dan pergaulan masyarakat, sedangkan
2.        Yang kedua adalah jaminan-jaminan hukum akan hak-hak, baik sipil atau hak-hak pribadi (individual rights) , hak-hak politik (politikal rights), maupun hak-hak sebagai sebuah kelompok atau hak-hak sosial sebagai hak asasi yang melekat secara alamiah pada setiap insan, baik secara pribadi atau kelompok.
Secara konvensional, pembangunan sumber daya manusia diartikan sebagai investasi human capital yang harus dilakukan sejalan dengan investasi human capital yang harus dilakukan sejalan dengan physical capital. Cakupan pembangunan sumber daya manusia ini meliputi pendidikan dan pelatihan, kesehatan, gizi, penurunan fertilitas dan pengembangan enterpreneurial, yang kesemuanya bermuara pada peningkatan produktivitas manusia. Karenanya, indikator kinerja pembangunan sumber daya manusia mencakup indikator-indikator pendidikan, kesehatan, gizi dan sebagainya.
Pemerintah dalam mengatur jalannya pemerintahan tidak terlepas dengan instansi-instansi yang dapat membantu untuk melancarkan pembangunan,salah satunya dengan membentuk depatermen kesehatan (Depkes) dalam bidang kesehatan. Selain membentuk Depkes, pemerintah juga membuat kelompok-kelompok profesional hal ini di lakukan mengontrol terhadap pembangunan di bidang kesehatan, sehingga bisa mempetegas peranan pemerintah dalam mengusahakan perkembangan kesehatan yang lebih baik pemerintah juga mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kesehatan, yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tindakan,kewenangan,sanksi maupun tanggung jawaban terhadap kesalahan atau pelanggaran yang di lakukan oleh tenaga kesehatan sebagai subyek peraturan tersebut.
Menurut pasal  1 ayat (3) UU nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, yang di maksud dengan Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki  pengetahuan dan atau ketrampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Tenaga kesehatan berdasarkan pasal  50 UU kesehatan adalah bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan. Sedangkan mengenai ketentuan mengenai kategori,jenis dan kualifikasi tenaga kesehatan di tetapkan dengan peraturan pemerintah republik indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan.
Berdasarkan pasal 2 ayat (1), Tenaga kesehatan terdiri dari :
1.        Tenaga kesehatan medis.
2.        Tenaga keperawatan dan bidan.
3.        Tenaga kefarmasian.
4.        Tenaga kesehatan masyarakat.
5.        Tenaga gizi.
6.        Tenaga keterapian fisik dan
7.        Tenaga keteknisan medis.
Dalam rangka penempatan terhadap jenis tenaga kesehatan tertentu ditetapkan kebijaksanaan melalui pelaksanaan masa bakti terutama bagi tenaga kesehatan yang sangat potensial di dalam kebutuhan penyelenggaraan upaya kesehatan. Disamping itu tenaga kesehatan tertentu ynag bertugas sebagai pelaksana atau pemberi pelayanan kesehatan diberi wewenang sesuai dengan kompetensi pendidikan yang diperolehnya, sehingga terkait erat dengan hak dan kewajibannya. Kompetensi dan kewenangan tersebut menunjukan kemampuan profesional yang baku dan merupakan standar profesi untuk tenaga kesehatan tersebut.
Dari sejumlah tenaga medis tersebut, bidan merupakan salah satu unsur tenaga medis yang berperan dalam mengurangi angka kematian bayi dan ibu yang melahirkan, baik dalam proses persalinan maupun dalam memberikan penyuluhan atau panduan bagi ibu hamil. Melihat besarnya peranan bidan tersebut maka haruslah ada pembatasan yang jelas melalui hak dan kewajiban dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan bidan tersebut. Maka, dibuatlah kode etik bidan, di mana kode etik tersebut merupakan suatu pernyataan komperhensif dan profesi yang memberikan tuntutan bagi anggota untuk melaksanakan praktik profesinya, baik yang berhubungan dengan klien sebagai individu, keluarga, masyarakat, maupun terhadap teman sejawat, profesi, dan diri sendiri sebagai kontrol kualitas dalam praktik kebidanan. Untuk melengkapi peraturan yang ada, maka dibuatlah sebuah kode etik yang dibuat oleh kelompok-kelompok profesi yang ada di bidang kesehatan, dengan ketentuan pokok bahwa peraturan yang dibuat tersebut tidak bertentangan dengan peraturan yang ada di atasnya.
Proses implementasi kebijakan dapat dirumuskan sebagai tindakan-tindakan baik dari institusi pemerintah maupun swasta atau kelompok masyarakat yang diarahkan oleh keinginan untuk mencapai tujuan sebagaimana dirumuskan di dalam kebijakan. Sedangkan implementasinya adalah memahami apa yang senyatanya terjadinya sesudah program dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Fokus perhatian implementasi kebijakan mencakup kejadian-kejadian dan kegiatan – kegiatan yang timbul sesudah diberlakukannya kebijakan negara, baik usaha untuk mengadministrasikannya maupun akibat atau dampak nyata pada masyarakat. Kebijakan ditransformasikan secara terus menerus melalui tindakan – tindakan implementasi sehingga secara simultan mengubah sumber – sumber dan tujuan – tujuan yang pada akhirnya fase implementasi akan berpengaruh pada hasil akhir kebijakan.
Besarnya dampak kesehatan dalam perkembangan nasional menuntut adanya perhatian untuk kesehatan di nusantara. Gangguan kesehatan akan menimbulkan kerugian ekonomi negara. Upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan Negara. Upaya peningkatan kesehatan tersebut harus berdasarkan pengetahuan yang luas tentang kesehatan demi peningkatan kesejahteraan (kesehatan) masyarakat. Mengingat Undang – Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan (UU No. 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan) yang sudah tidak mampu menghadapi perkembangan sistematik dan dinamika kesehatan saat ini. Mendorong lahirnya UU No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan. Pembentukan UU kesehatan terbaru tersebut juga demi pembentukan sebuah peraturan perundang – undangan dan perwujudnyataan implementasi pasal 20, pasal 28H ayat (1), dan pasal 34 ayat (3) UUD NRI 1945.

J.         Sanksi Penyimpangan Kode Etik Bidan
Sanksi penyimpangan kode etik bidan dalam berbagai aspek sebagai berikut:
1.        Aspek Hukum                
Dalam melakukan praktek kebidanan, seorang bidan berpedoman pada KEPMENKES Nomor 900/MENKES/S/VII/2002 Tentang Registrasi dan Praktik Bidan. Tugas dan wewenang bidan terutama dalam bab V pasal 14 sampai dengan pasal 20, yang garis besarnya berisi tentang bidan dalam menjalankan prakteknya berwenang untuk memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan kebidanan, pelayanan keluarga berencana, dan pelayanan kesehatan masyarakat. Sebagai pedoman dan tata cara dalam pelaksanaan profesi, sesuai dengan wewenang peraturan kebijaksanaan yang ada, maka bidan harus senantiasa berpegang pada kode etik bidan yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
2.        Aspek Etika
Kode etik dibuat oleh kelompok – kelompok profesi yang ada di bidang kesehatan, dengan ketentuan pokok bahwa peraturan yang dibuat tersebut tidak bertentangan dengan peraturan yang ada di atasnya. Contoh kode etik profesi adalah kelompok dokter yang memunyai kode etik kedokteran, dan untuk kelompok bidan memunyai kode etik kebidanan. Dalam kode etik tersebut terdapat pengenaan sanksi apabila ada pelanggaraan yang berupa sanksi administratif, seperti penurunan pangkat, pencabutan izin atau penundaan gaji.
3.        Aspek Agama
Semua agama melarang tindakan yang bias mengancam nyawa manusia bahkan membunuh, karena pada dasarnya semua makhluk hidup (manusia) ciptaan Tuhan memiliki hak untuk hidup, meskipun masih berada dalam kandungan.


           



















BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Etika tidak lepas dari kehidupan manusia, termasuk dalam profesi kebidanan membutuhkan suatu sistem untuk mengatur bidan dalam menjalankan peran dan fungsinya.Dalam menjalankan perannya bidan tidak dapat memaksakan untuk mengadaptasi suatu teori etika secara kaku, tetapi harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi saat itu dan berlandaskan pada kode etik dan standar profesi.

B.       Saran
1.        Bagi Mahasiswi Calon Bidan
Sebagai mahasiswi calon bidan, sebaiknya harus mendalami etik dan kode etik profesi terlebih dahulu, agar dapat menerapkannya saat praktik, sehingga dapat menghasilkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan optimal sesuai dengan wewenang profesinya.
2.        Bagi Para Bidan
Sebagai seorang bidan hendaknya selalu menerapkan dan menjadikan etik dan kode etik profesi sebagai dasar dalam memberikan setiap pelayanan. Sehingga klien akan merasa nyaman dengan pelayanan bidan dan akan segan dengan profesi bidan.







DAFTAR PUSTAKA
Susanti, Santi. 2015. ETIKOLEGAL Dalam Praktik Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media.
Puji Wahyuningsih, Heni. 2008. ETIKA PROFESI KEBIDANAN. Yogyakarta: Fitramaya.
Mufdlilah. Asri Hidayat. Ima Kharimaturrahmah. 2012. Konsep Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.