Kamis, 20 Oktober 2016

Bayi Tabung




Hasil gambar untuk bayi tabung


1. Pengertian Bayi Tabung
  • Fertilisasi  In Vitro – transfer embrio
  • Proses pembuahan diluar tubuh / pertemuan antara sperma dan ovum dilakukan di luar tubuh yaitu di dalam tabung (piring petri).
  • Suatu usaha jalan pintas untuk mempertemukan sel telur (ovum) dengan sel jantan (sperma) di luar tubuh manusia (in vitro), yaitu dalam tabung gelas dan kemudian setelah terjadi pembuahan dimasukkan kembali ke dalam rahim wanita sehingga dapat tumbuh menjadi janin sebagaimana layaknya janin biasa.
2. Jenis-jenis bayi tabung
  1. Dengan sperma suami
  2. Dengan sperma donor
  3. Dengan media titipan
3. Pandangan bayi tabung dari segi agama
Program bayi tabung dari satu sisi memang cukup membantu pasangan suami isteri (pasutri) yang mengalami gangguan kesuburan dan ingin mendapatkan keturunan. Namun di sisi yang lain, hukum bayi tabung akhirnya menuai pro dan kontra dari sejumlah pihak. Khususnya reaksi dari para alim ulama yang mempertanyakan keabsahan hukum bayi tabung jika dinilai dari sudut agama.
Berdasarkan fatwa MUI, hukum bayi tabung sah (diperbolehkan) dengan syarat sperma dan ovum yang digunakan berasal dari pasutri yang sah. Sebab hal itu termasuk dalam ranah ikhtiar (usaha) yang berdasarkan kaidah-kaidah agama.
MUI juga menegaskan, hukum bayi tabung menjadi haram jika hasil pembuahan sperma dan sel telur pasutri dititipkan di rahim wanita lain. Demikian pula ketika menggunakan sperma yang telah dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia atau menggunakan sperma dan ovum yang bukan berasal dari pasutri yang sah, maka hukum bayi tabung dalam hal ini juga haram.
4. Kedudukan Hukum Anak
Kedudukan Hukum Anak yang Lahir Melalui FIV dengan Menggunakan Sperma Suami
  • Pasal 250 KUHPerdata mengatur tentang pengertian anak sah.
  • Pasal 42 UU Perkawinan
  • Bagaimana kedudukan anak hasil FIV yang sperma dari suami, ovum dari istri dan embrio ditanam dirahim istri
Ø  Orang tua terikat perkawinan yang sah
Ø  Secara biologis anak merupakan anak pasutri
Ø  Istri sendiri yang melahirkan
Kedudukan Hukum Anak yang Lahir Melalui Proses FIV dengan Menggunakan Sperma Donor
Dilihat dari aspek biologis (Ayah Biologis) dan dari aspek yuridis (Ayah Yuridis) dapat dianggap sebagai :
  1. Sebagai anak sah dengan  melalui pengakuan(285 KUHP terdata)
  2. Sebagai anah zina
Kedudukan  Hukum Anak yang Lahir Melalui Proses FIV dengan Menggunakan Surrogate Mother/Media titipan
  • Pada proses ini sel telur dan sperma pasangan suami istri yang berupa embrio dititipkan dalam rahim wanita lain sewa rahim (lihat Pasal 1548 jo 1320 KUHPerdata) anak angkat
  1. Dasar Hukum Pelaksanaan Bayi Tabung di Indonesia
  • Undang-Undang RI No 36/2009
Pasal 127
Ayat (1) Upaya kehamilan diluar cara alamiah hanya dpt dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
  1. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri darimana ovum berasal
  2. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan
  3. Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu
Ayat (2) Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan diluar cara alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
1.      UU KES no. 36 tahun 2009 pasal 127 tentang pelaksanaan Bayi Tabung
Dalam Undang-Undang tersebut hanya mengatur secara umum mengenai syarat umum bayi tabung dapat diterapkan di Indonesia, tidak menyebutkan peraturan mengenai kedudukan hukum maupun hak mewaris anak bayi tabung.
2.      Pasal 16 UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan

—Ayat 1
Kehamilan di luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri mendapat keturunan.
Ayat 2
Upaya kehamilan di luar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat dilaksanakan oleh pasangan suami istri yang sah, dengan ketentuan:
1.      Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam    rahim istri darimana ovum itu berasal.
2.      Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
3.      Pada sarana kesehatan tertentu
—Ayat 3
  Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan kehamilan diluar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditentukan dengan PP
     Undang-undang bayi tabung berdasarkan hukum perdata dapat ditinjau dari beberapa kondisi berikut ini:
1  Jika sperma berasal dari pendonor dan setelah terjadi embrio diimplantasikan ke dalam rahim isteri, maka anak yang terlahir statusnya sah dan memiliki hubungan waris serta keperdataan selama suami menerimanya (Pasal 250 KUH Perdata).
2  Jika embrio diimplantasikan ke rahim wanita lain yang telah bersuami, maka anak yang terlahir statusnya sah dari pasangan penghamil, dan bukan dari pasangan yang memiliki benih (Pasal 42 UU No. 1/1974 dan Pasal 250 KUH Perdata)
3  Jika sperma dan sel telur berasal dari orang yang tidak terikat perkawinan tetapi embrionya diimplantasikan ke rahim wanita yang terikat perkawinan, anak yang terlahir statusnya sah bagi pasutri tersebut.
4  Jika embrio diimplantasikan ke rahim gadis, maka status anak yang terlahir adalah anak di luar nikah

6.      Aspek Hukum Bayi Tabung

Inseminasi buatan atau bayi tabung menjadi permasalahan hukum dan etis moral bila sperma/sel telur datang dari pasangan keluarga yang sah dalam hubungan pernikahan. Hal ini pun dapat menjadi masalah bila yang menjadi bahan pembuahan tersebut diambil dari orang yang telah meninggal dunia.
Tinjauan dari Segi Hukum Perdata Terhadap Inseminasi Buatan (Bayi Tabung) :

1.      Jika benihnya berasal dari Suami Istri, dilakukan proses fertilisasi-in-vitro transfer embrio dan diimplantasikan ke dalam rahim Istri maka anak tersebut baik secara biologis ataupun yuridis mempunyai satus sebagai anak sah (keturunan genetik) dari pasangan tersebut. Akibatnya memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya.
2.      Jika ketika embrio diimplantasikan ke dalam rahim ibunya di saat ibunya telah bercerai dari suaminya maka jika anak itu lahir sebelum 300 hari perceraian mempunyai status sebagai anak sah dari pasangan tersebut. Namun jika dilahirkan setelah masa 300 hari, maka anak itu bukan anak sah bekas suami ibunya dan tidak memiliki hubungan keperdataan apapun dengan bekas suami ibunya. Dasar hukum pasal 255 KUH Perdata.
3.      Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami, maka secara yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang mempunyai benih. Dasar hukum pasal 42 UU No. 1/1974 dan pasal 250 KUH Perdata. 15
Dalam hal ini Suami dari Istri penghamil dapat menyangkal anak tersebut sebagai anak sah-nya melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes DNA. (Biasanya dilakukan perjanjian antara kedua pasangan tersebut dan perjanjian semacam itu dinilai sah secara perdata barat, sesuai dengan pasal 1320 dan 1338 KUH Perdata.)
4.      Jika salah satu benihnya berasal dari donor:

1.      Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi-in-vitro transfer embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur Istri akan dibuahi dengan Sperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah terjadi pembuahan diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak yang dilahirkan memiliki status anak sah dan memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya sepanjang si Suami tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan darah atau tes DNA. Dasar hukum pasal 250 KUH Perdata.
2.      Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami maka anak yang dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar hukum pasal 42 UU No. 1/1974 dan pasal 250 KUH Perdata.
3.      Jika semua benihnya dari donor:
·         Jika sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang yang tidak terikat pada perkawinan, tapi embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang terikat dalam perkawinan maka anak yang lahir mempunyai status anak sah dari pasangan Suami Istri tersebut karena dilahirkan oleh seorang perempuan yang terikat dalam perkawinan yang sah.
·         Jika diimplantasikan ke dalam rahim seorang gadis maka anak tersebut memiliki status sebagai anak luar kawin karena gadis tersebut tidak terikat perkawinan secara sah dan pada hakekatnya anak tersebut bukan pula anaknya secara biologis kecuali sel telur berasal darinya. Jika sel telur berasal darinya maka anak tersebut sah secara yuridis dan biologis sebagai anaknya

STANDAR PRAKTEK KEBIDANAN
1.Standar I: MetodeAsuhan
Asuhankebidanandilaksanakandenganmetodemanajemenkebidananmelaluipengumpulan data dananalisis data, penentuan diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dandokumentasi.

Definisioperasional
a.       Terdapat format manajemenkebidanan yang telahterdaftarpadacatatanmedis.
b.      Format manajemenkebidanan yang terdiriatas format pengumpulan data, rencana format pengawasan resume dantindaklanjutcatatankegiatanevaluasi.
2. Standar II: Pengkajian
Pengumpulan data tentang status kesehatankliendilakukansecarasistematisdanberkesinambungan.Data yang diperolehdicatatdandianalisis.
Definisioperasional
a.       Terdapat format pengumpulan data.
b.      Pengumpulan data dilakukansecarasistematis, terfokus, yang meliputi data
·         Demografiidentitasklien,
·         Riwayatpenyakitterdahulu,
·         Riwayatkesehatanreproduksi,
·         Keadaankesehatansaatinitermasukkesehatanreproduksi
·         Analisis data
c.       Data dikumpuklandari
·         Klientataupasienkeluargadansumber lain
·         Tenagakesehatan
·         Individudalamlingkunganterdekat
d.      Data diperolehdengancara
·         Wawancara
·         Observasi
·         Permeriksaanfisik
·         Pemeriksaanpenunjang
3. Standar III: Diagnosis Kebidanan
Diagnosis kebidanandirumuskanberdasarkananalisis data yang telahdikumpukan.
            Definisioperasional
a.       Diagnosis kebidanandibuatsesuaidengankesenjangan yang dihadapiolehklientatausuataukeadaanpsikologis yang adapadatindakankebidanansesuaidenganwewenangbidandankebutuhanklient.
b.      Diagnosis kebidanadirumuskansecarapadat,jelas,sistematis,mengarahpadaasuhankebidanan yang diperlukanolehklient.
4. standar IV: RencanaAsuhan
Rencanaasuhankebidanandibuatberdasarkan diagnosis kebidanan.
Definisioperasional
a.       Terdapat format rencanaasuhankebidanan.
b.      Format rencanaasuhankebidananterdiriatasdiagnosis,rencanatindakan,danevaluasi.
5. Standar V: Tindakan
Tindakankebidanandilaksanakanberdasarkanrencanadanperkembangankeadaanklient.tindakankebidanandilanjutkandenganevaluasikeadaanklient.
Definisioperasional
a.       Terdapat format tindakankebidanandanevaluasi.
b.      Format tindakankebidananterdiriatastindakandanevaluasi.
c.       Tidakankebidanandilaksanakandenganrencanadanperkembanganklient.
d.      Tindakankebidanandilaksanakansesuaidenganprosedurtetapdanwewenangbidanatautugaskolaborasi.
e.       Tindakankebidanandilaksanakandenganmenerapkankodeetikkebidanan,etikkebidanan,sertamempertimbangkankeamanandankenyamanan,sertahakklient.
f.       Seluruhtindakankebidanandicatatpada format yang telahtersedia.
6. Standar VI: Partisipasiklient
Tindakankebidanandilaksanakanbersama (partisipatori) klientdankeluargadalamupayapeningkatanpemeliharaandanpemulihankesehatan.
Definisioperasional
a.       Klientataukeluargamendapatkaninformasitentang
·         Status kesehatansaatini
·         Rencanatindakan yang akandilaksanakan
·         Perananklientataukeluargadalamtindakankebidanan
·         Sumber-sumber yang dapatdimanfaatkan
·         Klientdankeluargabersamadenganpetugasmelaksanakantindakanataukegiatan.

7. Standar VII: Pengawasan
Pemantauanataupengawasanterhadapklientdilaksanakansecaraterusmenerusdengantujuanmengetahuiperkembanganklient.
Definisioperasional
a.       Terdapat format pengawasanklient.
b.      Pengawasandilaksanakansecaraterusmenerusdansistematisuntukmengetahuikeadaanperkembanganklient.
c.       Pengawasandilaksanakanselaludicatatpadacatatan yang telahdisediakan.
8. Standar VIII: Evaluasi
Evaluasiasuhankebidanandilaksanakansecaraterusmenerusseiringtindakankebidanan yang dilaksanakandanevaluasidarirencana yang telahdirumuskan.
Definisioperasional
a.       Evaluasidilakukansetelahdilaksanakantindakankebidananklientsesuaidenganstandarukuran yang telahditetapkan.
b.      Evaluasidilaksanakanuntukmengukurrencana yang telahdirumskan.
c.       Hasilevaluasidicatatpada format yang telahdisediakan.
9. Standar IX: Dokumentasi
Asuhankebidanandidokumentasikansesuaidenganstandardokumentasiasuhankebidanan yang diberikan.
Definisioperasional
a.       Dokumentasidilaksanakanuntuksetiaplangkahmanajemenkebidanan.
b.      Dokumentasidilaksanakansecarajujur,sistematis,jelas,danbertangungjawab.
c.       Dokumentasimerupakanbukti legal pelaksanaanasuhankebidanan.















BAB III
A.    Kesimpulan
Jadidapatdisumpulkanbahwa
Daftarpustaka
Wahyuningsih, Heni Puji.2006.Etika profesikebidanan.Yogyakarta:Fitramaya.
Kansil,CST.1991. ]PengantarHukumKesehatanIndonesia.RinekaCipta:Jakarta
Soepardan, SuryanidanDadi Anwar H. 2005. EtikaKebidanandanHukumKesehatan.Jakarta :PenerbitBukuKedokteran EGC


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar