1. Pengertian Bayi Tabung
- Fertilisasi In Vitro – transfer embrio
- Proses pembuahan diluar tubuh / pertemuan antara sperma dan ovum dilakukan di luar tubuh yaitu di dalam tabung (piring petri).
- Suatu usaha jalan pintas untuk mempertemukan sel telur (ovum) dengan sel jantan (sperma) di luar tubuh manusia (in vitro), yaitu dalam tabung gelas dan kemudian setelah terjadi pembuahan dimasukkan kembali ke dalam rahim wanita sehingga dapat tumbuh menjadi janin sebagaimana layaknya janin biasa.
2. Jenis-jenis bayi tabung
- Dengan sperma suami
- Dengan sperma donor
- Dengan media titipan
3. Pandangan bayi tabung dari segi agama
Program bayi tabung dari satu sisi memang cukup membantu pasangan suami
isteri (pasutri) yang mengalami gangguan kesuburan dan ingin mendapatkan
keturunan. Namun di sisi yang lain, hukum bayi tabung akhirnya menuai pro dan
kontra dari sejumlah pihak. Khususnya reaksi dari para alim ulama yang
mempertanyakan keabsahan hukum bayi tabung jika dinilai dari sudut agama.
Berdasarkan fatwa MUI, hukum bayi tabung sah (diperbolehkan) dengan syarat
sperma dan ovum yang digunakan berasal dari pasutri yang sah. Sebab hal itu
termasuk dalam ranah ikhtiar (usaha) yang berdasarkan kaidah-kaidah agama.
MUI juga menegaskan, hukum bayi tabung menjadi
haram jika hasil pembuahan sperma dan sel telur pasutri dititipkan di rahim
wanita lain. Demikian pula ketika menggunakan sperma yang telah dibekukan dari suami
yang telah meninggal dunia atau menggunakan sperma dan ovum yang bukan berasal
dari pasutri yang sah, maka hukum bayi tabung dalam hal ini juga haram.
4. Kedudukan Hukum Anak
Kedudukan Hukum Anak yang Lahir Melalui FIV
dengan Menggunakan Sperma Suami
- Pasal 250 KUHPerdata mengatur tentang pengertian anak sah.
- Pasal 42 UU Perkawinan
- Bagaimana kedudukan anak hasil FIV yang sperma dari suami, ovum dari istri dan embrio ditanam dirahim istri
Ø Orang tua
terikat perkawinan yang sah
Ø Secara biologis
anak merupakan anak pasutri
Ø Istri sendiri
yang melahirkan
Kedudukan Hukum Anak yang Lahir Melalui Proses
FIV dengan Menggunakan Sperma Donor
Dilihat dari aspek biologis (Ayah Biologis) dan
dari aspek yuridis (Ayah Yuridis) dapat dianggap sebagai :
- Sebagai anak sah dengan melalui pengakuan(285 KUHP terdata)
- Sebagai anah zina
Kedudukan Hukum Anak yang Lahir
Melalui Proses FIV dengan Menggunakan Surrogate Mother/Media titipan
- Pada proses ini sel telur dan sperma pasangan suami istri yang berupa embrio dititipkan dalam rahim wanita lain sewa rahim (lihat Pasal 1548 jo 1320 KUHPerdata) anak angkat
- Dasar Hukum Pelaksanaan Bayi Tabung di Indonesia
- Undang-Undang RI No 36/2009
Pasal 127
Ayat (1) Upaya kehamilan diluar cara alamiah hanya dpt dilakukan oleh pasangan
suami istri yang sah dengan ketentuan:
- Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri darimana ovum berasal
- Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan
- Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu
Ayat (2) Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan diluar cara alamiah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
1.
UU KES no. 36 tahun 2009 pasal 127 tentang pelaksanaan Bayi Tabung
Dalam Undang-Undang tersebut
hanya mengatur secara umum mengenai syarat umum bayi tabung dapat diterapkan di
Indonesia, tidak menyebutkan peraturan mengenai kedudukan hukum maupun hak
mewaris anak bayi tabung.
2.
Pasal 16 UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan
Ayat 1
Kehamilan di luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir
untuk membantu suami istri mendapat keturunan.
Ayat 2
Upaya kehamilan di luar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya
dapat dilaksanakan oleh pasangan suami istri yang sah, dengan ketentuan:
1.
Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan
ditanamkan dalam rahim istri darimana
ovum itu berasal.
2.
Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memunyai keahlian dan kewenangan untuk
itu.
3.
Pada sarana kesehatan tertentu
Ayat 3
Ketentuan mengenai persyaratan
penyelenggaraan kehamilan diluar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) ditentukan dengan PP
Undang-undang bayi tabung berdasarkan hukum
perdata dapat ditinjau dari beberapa kondisi berikut ini:
1 Jika sperma
berasal dari pendonor dan setelah terjadi embrio diimplantasikan ke dalam rahim
isteri, maka anak yang terlahir statusnya sah dan memiliki hubungan waris serta
keperdataan selama suami menerimanya (Pasal 250 KUH Perdata).
2 Jika embrio
diimplantasikan ke rahim wanita lain yang telah bersuami, maka anak yang
terlahir statusnya sah dari pasangan penghamil, dan bukan dari pasangan yang
memiliki benih (Pasal 42 UU No. 1/1974 dan Pasal 250 KUH Perdata)
3 Jika sperma dan
sel telur berasal dari orang yang tidak terikat perkawinan tetapi embrionya
diimplantasikan ke rahim wanita yang terikat perkawinan, anak yang terlahir
statusnya sah bagi pasutri tersebut.
4 Jika embrio
diimplantasikan ke rahim gadis, maka status anak yang terlahir adalah anak di
luar nikah
6.
Aspek Hukum Bayi Tabung
Inseminasi buatan atau bayi tabung menjadi permasalahan hukum dan etis moral bila sperma/sel telur datang dari pasangan keluarga yang sah dalam hubungan pernikahan. Hal ini pun dapat menjadi masalah bila yang menjadi bahan pembuahan tersebut diambil dari orang yang telah meninggal dunia.
Tinjauan dari Segi Hukum Perdata Terhadap Inseminasi Buatan (Bayi Tabung) :
1.
Jika benihnya berasal dari Suami Istri, dilakukan proses
fertilisasi-in-vitro transfer embrio dan diimplantasikan ke dalam rahim Istri
maka anak tersebut baik secara biologis ataupun yuridis mempunyai satus sebagai
anak sah (keturunan genetik) dari pasangan tersebut. Akibatnya memiliki
hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya.
2.
Jika ketika embrio diimplantasikan ke dalam rahim ibunya di saat ibunya telah
bercerai dari suaminya maka jika anak itu lahir sebelum 300 hari perceraian
mempunyai status sebagai anak sah dari pasangan tersebut. Namun jika dilahirkan
setelah masa 300 hari, maka anak itu bukan anak sah bekas suami ibunya dan
tidak memiliki hubungan keperdataan apapun dengan bekas suami ibunya. Dasar
hukum pasal 255 KUH Perdata.
3.
Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami, maka
secara yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan
pasangan yang mempunyai benih. Dasar hukum pasal 42 UU No. 1/1974 dan pasal 250
KUH Perdata. 15
Dalam hal ini Suami dari Istri penghamil dapat menyangkal anak tersebut sebagai anak sah-nya melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes DNA. (Biasanya dilakukan perjanjian antara kedua pasangan tersebut dan perjanjian semacam itu dinilai sah secara perdata barat, sesuai dengan pasal 1320 dan 1338 KUH Perdata.)
Dalam hal ini Suami dari Istri penghamil dapat menyangkal anak tersebut sebagai anak sah-nya melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes DNA. (Biasanya dilakukan perjanjian antara kedua pasangan tersebut dan perjanjian semacam itu dinilai sah secara perdata barat, sesuai dengan pasal 1320 dan 1338 KUH Perdata.)
4.
Jika salah satu benihnya berasal dari donor:
1.
Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi-in-vitro
transfer embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur Istri akan
dibuahi dengan Sperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah terjadi
pembuahan diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak yang dilahirkan memiliki
status anak sah dan memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya
sepanjang si Suami tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan darah atau
tes DNA. Dasar hukum pasal 250 KUH Perdata.
2.
Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami maka
anak yang dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar
hukum pasal 42 UU No. 1/1974 dan pasal 250 KUH Perdata.
3.
Jika semua benihnya dari donor:
·
Jika sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang yang tidak terikat
pada perkawinan, tapi embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang
terikat dalam perkawinan maka anak yang lahir mempunyai status anak sah dari
pasangan Suami Istri tersebut karena dilahirkan oleh seorang perempuan yang
terikat dalam perkawinan yang sah.
·
Jika diimplantasikan ke dalam rahim seorang gadis maka anak tersebut
memiliki status sebagai anak luar kawin karena gadis tersebut tidak terikat
perkawinan secara sah dan pada hakekatnya anak tersebut bukan pula anaknya
secara biologis kecuali sel telur berasal darinya. Jika sel telur berasal
darinya maka anak tersebut sah secara yuridis dan biologis sebagai anaknya
STANDAR PRAKTEK KEBIDANAN
1.Standar I: MetodeAsuhan
Asuhankebidanandilaksanakandenganmetodemanajemenkebidananmelaluipengumpulan
data dananalisis data, penentuan diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi,
dandokumentasi.
Definisioperasional
a. Terdapat
format manajemenkebidanan yang telahterdaftarpadacatatanmedis.
b. Format
manajemenkebidanan yang terdiriatas format pengumpulan data, rencana format
pengawasan resume dantindaklanjutcatatankegiatanevaluasi.
2. Standar II: Pengkajian
Pengumpulan data tentang status
kesehatankliendilakukansecarasistematisdanberkesinambungan.Data yang
diperolehdicatatdandianalisis.
Definisioperasional
a. Terdapat
format pengumpulan data.
b. Pengumpulan
data dilakukansecarasistematis, terfokus, yang meliputi data
·
Demografiidentitasklien,
·
Riwayatpenyakitterdahulu,
·
Riwayatkesehatanreproduksi,
·
Keadaankesehatansaatinitermasukkesehatanreproduksi
·
Analisis data
c. Data
dikumpuklandari
·
Klientataupasienkeluargadansumber
lain
·
Tenagakesehatan
·
Individudalamlingkunganterdekat
d. Data
diperolehdengancara
·
Wawancara
·
Observasi
·
Permeriksaanfisik
·
Pemeriksaanpenunjang
3. Standar III: Diagnosis Kebidanan
Diagnosis
kebidanandirumuskanberdasarkananalisis data yang telahdikumpukan.
Definisioperasional
a. Diagnosis
kebidanandibuatsesuaidengankesenjangan yang
dihadapiolehklientatausuataukeadaanpsikologis yang adapadatindakankebidanansesuaidenganwewenangbidandankebutuhanklient.
b. Diagnosis
kebidanadirumuskansecarapadat,jelas,sistematis,mengarahpadaasuhankebidanan yang
diperlukanolehklient.
4. standar IV: RencanaAsuhan
Rencanaasuhankebidanandibuatberdasarkan
diagnosis kebidanan.
Definisioperasional
a. Terdapat
format rencanaasuhankebidanan.
b. Format
rencanaasuhankebidananterdiriatasdiagnosis,rencanatindakan,danevaluasi.
5. Standar V: Tindakan
Tindakankebidanandilaksanakanberdasarkanrencanadanperkembangankeadaanklient.tindakankebidanandilanjutkandenganevaluasikeadaanklient.
Definisioperasional
a. Terdapat
format tindakankebidanandanevaluasi.
b. Format
tindakankebidananterdiriatastindakandanevaluasi.
c. Tidakankebidanandilaksanakandenganrencanadanperkembanganklient.
d. Tindakankebidanandilaksanakansesuaidenganprosedurtetapdanwewenangbidanatautugaskolaborasi.
e. Tindakankebidanandilaksanakandenganmenerapkankodeetikkebidanan,etikkebidanan,sertamempertimbangkankeamanandankenyamanan,sertahakklient.
f. Seluruhtindakankebidanandicatatpada
format yang telahtersedia.
6. Standar VI: Partisipasiklient
Tindakankebidanandilaksanakanbersama
(partisipatori)
klientdankeluargadalamupayapeningkatanpemeliharaandanpemulihankesehatan.
Definisioperasional
a. Klientataukeluargamendapatkaninformasitentang
·
Status kesehatansaatini
·
Rencanatindakan yang
akandilaksanakan
·
Perananklientataukeluargadalamtindakankebidanan
·
Sumber-sumber yang
dapatdimanfaatkan
·
Klientdankeluargabersamadenganpetugasmelaksanakantindakanataukegiatan.
7. Standar VII: Pengawasan
Pemantauanataupengawasanterhadapklientdilaksanakansecaraterusmenerusdengantujuanmengetahuiperkembanganklient.
Definisioperasional
a. Terdapat
format pengawasanklient.
b. Pengawasandilaksanakansecaraterusmenerusdansistematisuntukmengetahuikeadaanperkembanganklient.
c. Pengawasandilaksanakanselaludicatatpadacatatan
yang telahdisediakan.
8. Standar VIII: Evaluasi
Evaluasiasuhankebidanandilaksanakansecaraterusmenerusseiringtindakankebidanan
yang dilaksanakandanevaluasidarirencana yang telahdirumuskan.
Definisioperasional
a. Evaluasidilakukansetelahdilaksanakantindakankebidananklientsesuaidenganstandarukuran
yang telahditetapkan.
b. Evaluasidilaksanakanuntukmengukurrencana
yang telahdirumskan.
c. Hasilevaluasidicatatpada
format yang telahdisediakan.
9. Standar IX: Dokumentasi
Asuhankebidanandidokumentasikansesuaidenganstandardokumentasiasuhankebidanan
yang diberikan.
Definisioperasional
a. Dokumentasidilaksanakanuntuksetiaplangkahmanajemenkebidanan.
b. Dokumentasidilaksanakansecarajujur,sistematis,jelas,danbertangungjawab.
c. Dokumentasimerupakanbukti
legal pelaksanaanasuhankebidanan.
BAB III
A.
Kesimpulan
Jadidapatdisumpulkanbahwa
Daftarpustaka
Wahyuningsih,
Heni Puji.2006.Etika profesikebidanan.Yogyakarta:Fitramaya.
Kansil,CST.1991. ]PengantarHukumKesehatanIndonesia.RinekaCipta:Jakarta
Soepardan,
SuryanidanDadi Anwar H. 2005. EtikaKebidanandanHukumKesehatan.Jakarta
:PenerbitBukuKedokteran EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar